[Web Novel 13] Peran Sendiri
Saat aku sadar, aku menemukan bahwa
diriku sedang berada di dalam gudang kecil yang kotor.
Cahaya matahari masuk melalui
jendela yang dipasangi jeruji besi.
Seluruh tubuhku terasa sakit, dan
setelah aku memastikan kalau tidak ada tulangku yang patah, aku mulai membaca
mantra healing magic dengan suara rendah.
Kedua tanganku diikat dibelakang
punggungku, namun itu bukan masalah yang berarti buatku.
[Baiklah.]
Aku sudah benar-benar pulih, dan
pakaianku tidak compang-camping.
Bagus sekali. Strateginya berjalan
dengan lancar.
Rencana untuk meyakinkan Ojou-sama
adalah sebagai berikut:
1)
Pertama-tama,
pergi ke toko pakaian bersama Ojou-sama.
2)
Karena
sifat Ojou-sama sangatlah nakal, dia pasti ingin lari keluar dari toko sendirian.
3)
Biasanya
Ghyslaine akan berada di samping Ojou-sama untuk menjaganya, tapi secara
“kebetulan”, dia tidak akan menyadari Ojou-sama.
4)
Sekalipun
aku mengikuti Ojou-sama, bagi dia, aku hanyalah bocah yang lebih lemah dari
dirinya dan hanya bisa pasrah dihajar setelah bertengkar dengannya, jadi
Ojou-sama tidak akan memperhatikanku sama sekali.
5)
Aku
akan diperlakukan sebagai pengikut Ojou-sama, dan berjalan mengikuti Ojou-sama
di area sekitar. Perlahan kami akan bergerak menuju tempat yang terisolasi di
dalam kota (Sepertinya dia mengagumi adventurer).
6)
Pada
saat itu, orang-orang jahat yang sudah di atur sebelumnya oleh keluarga Greyrat
akan muncul.
7)
Mereka
dengan mudah membuat aku dan Ojou-sama tidak sadarkan diri. Kemudian mereka
akan menculik dan membawa kami untuk disekap di kota sebelah.
8)
Aku
akan menggunakan sihir dan melarikan diri dari area tersebut.
9)
Menyadari
bahwa kami sedang berada di kota lain.
10)
Menggunakan
uang yang tersembunyi di celana dalamku untuk kembali ke Roa dengan menaiki
kereta kuda.
11)
Menjadi
guru Ojou-sama ketika kami sampai di rumah.
Hingga saat ini, rencananya sudah
berjalan mulus sampai poin ke tujuh.
Yang harus kulakukan berikutnya
adalah menggunakan sihir, pengetahuan, kecerdasan, dan keberanian untuk
melarikan diri dari tempat ini dengan penuh gaya.
Untuk tetap membuat rencanaku tampak
nyata, aku masih harus siap berimprovisasi.
Aku tak tahu apakah rencanaku akan
berhasil, dan aku pun merasa sedikit gelisah……
[……Hm?]
Tapi tempat ini sedikit berbeda dari
tempat yang sudah di atur sebelumnya.
Seluruh bagian gudang ini penuh
dengan debu, dan dipojokan ruangan ada satu kursi rusak dan sebuah armor yang
penuh dengan lubang.
Bukannya mereka bilang kalau
tempatnya tidak akan lusuh……?
Yah, sekalipun ini cuman berakting,
ada perlunya juga untuk menggunakan barang-barang yang asli. Terima sajalah.
[Urgh…… hmm……?]
Setelah beberapa saat, Ojou-sama
juga sadar.
Ia membuka kedua matanya. Setelah
menyadari bahwa dirinya sedang berada di tempat yang asing, dan mencoba untuk
bangkit, ia menyadari bahwa kedua tangannya terikat di belakang punggungnya,
dan pada akhirnya pun ia jatuh ke tanah dengan posisi seperti ulat.
[Apa-apaan ini!?]
Ojou-sama, setelah sadar bahwa
dirinya tidak bisa bergerak, mulai bersuara.
[Berhenti main-main denganku! Apa kalian
tidak tahu siapa aku ha!? Lepaskan aku!]
Teriakan yang buruk. Aku pernah
memikirkan ini sebelumnya di mansion, tapi dia sama sekali tak pernah mencoba
untuk mengontrol suaranya.
Apa mungkin dia sengaja melakukan
itu agar teriakannya bisa terdengar di seluruh mansion yang luar biasa besarnya
itu?
Tidak, mungkin dia tidak pernah
memikirkan itu sama sekali. Kakeknya Ojou-sama, si Lord, juga merupakan tipe
orang yang menggunakan suara lantang untuk memberikan tekanan terhadap orang
lain. Si kakek menggunakan suaranya untuk mengintimidasi baik para pembantu
maupun Philip, dan Ojou-sama pasti sudah menyaksikan itu berulang kali.
Anak-anak suka meniru hal lain,
khususnya hal yang buruk.
[Kau itu terlalu ribut, bocah
sialan!]
Saat Ojou-sama membuat keributan,
pintu gudang terbuka dengan kasar, dan ada seorang pria yang masuk.
Ia mengenakan pakaian jelek. Seluruh
tubuhnya bau, dengan wajah yang penuh dengan janggut, dan kepalanya gundul.
Kalau dia memberikan kartu nama
bertuliskan “Bandit”, itu akan memberikan efek yang lumayan meyakinkan.
Aktingnya lumayan bagus. Sekarang
aku tak perlu khawatir kalau aktingku akan ketahuan.
[Kau bau. Jangan dekati aku. Kau
benar-benar bau! Apa kau tak tahu siapa aku? Ghyslaine akan segera datang dan
membelahmu jadi dua!]
Bam.
Dengan bunyi yang kedengarannya
begitu menyakitkan, pria itu menendang Ojou-sama.
Ojou-sama pun mengeluarkan suara
yang harusnya tak akan pernah terdengar dari mulut seorang wanita.
Seluruh tubuhnya melayang, dan
akhirnya menabrak tembok dengan lumayan keras.
[Sialan kau! Ngapain kamu sok-sok an
begitu hah!? Aku tahu kalau kalian berdua itu cucunya Lord!]
Pria itu tanpa ampun menginjak-injak
Ojou-sama yang tak bisa bergerak, yang kedua tangannya terikat di belakang
punggungnya.
Hey, bukannya ini terlalu
berlebihan?
[Ow…… Sakit sekali….. Hentikan……
Ah…… Berhenti…… Ow…… Cukup……]
[Tch.]
Pria itu menendangi Ojou-sama selama
beberapa saat dan akhirnya meludah meludah ke wajah Ojou-sama. Kemudian ia
berbalik dan melotot ke arahku. Saat aku menghindari tatapannya, sesaat
berikutnya wajahku terkena tendangan keras, dan aku pun melayang.
[…… Ouch!]
Itu benar-benar sakit. Sekalipun ini
cuma bohong-bohongan, bisa tidak kamu jangan menendangku sekeras itu?
Yah, sekalipun aku memikirkan itu,
toh aku bisa menggunakan healing magic untuk menyembuhkan luka.
[Hmph! Pakai sok-sok an merasa
senang pula…..!]
Kemudian, pria itu keluar dari
gudang.
Saat dia melewati pintu, aku
mendengar percakapan antara pria itu dengan orang lain.
[Sudah beres?]
[Ya.]
[Kamu tidak membunuhnya kan? Kalau
kamu terlalu banyak melukainya, uang yang kita dapat juga akan berkurang.]
Apa? Percakapan mereka benar-benar
aneh.
Kalau itu cuma akting yang hebat
sih…… tidak apa-apa, tapi aku kok merasa situasinya bukan seperti itu.
Mungkinkah ini, kau tahu, itu?
[Memang kenapa? Lagipula bayarannya
juga tidak terlalu banyak. Asal anak laki-laki itu masih hidup juga rasanya
tidak masalah.]
Hei, ini sama sekali tidak bagus.
[……]
Setelah aku tidak bisa lagi
mendengar suara mereka, aku menghitung selama 300 detik penuh, dan membakar
tali yang mengikat tanganku dengan sihir api, kemudian bergerak menghampiri
Ojou-sama.
Hidung Ojou-sama masih meneteskan
darah. Tatapan matanya tampak tidak fokus, dan mulutnya terus-terusan menggumamkan
sesuatu.
Saat aku mendengarkan itu dari
dekat, yang ia gumamkan adalah sesuatu seperti, tak bisa dimaafkan atau apalah,
aku akan protes kepada kakek atau apalah, dan setelahnya, beberapa kalimat
berbahaya yang sebenarnya tidak pantas untuk didengarkan.
Pokoknya, pertama-tama aku akan
memeriksa dan menastikan luka di tubuh Ojou-sama dengan tanganku sendiri.
[Ahhh!]
Ojou-sama menatap ke arah kedua
mataku, dan gemetaran, sepertinya dia merasakan rasa sakit yang tersebar di
seluruh tubuhnya.
Aku menggunakan satu jari untuk
menutup bibirku, dan memberinya sinyal agar dia bisa diam.
Aku memastikan posisi luka-luka yang
ia derita dari reaksi yang ia tunjukkan.
Dua tulangnya ada yang patah.
[Oh dewi yang maha pengampun, tolong
sembuhkanlah luka yang ada pada dirinya, dan biarkan dia pulih dengan raga yang
sehat.]
Dengan suara pelan aku merapal
mantera untuk healing magic tingkat intermediate, dan menyembuhkan luka-luka
yang ada di tubuh Ojou-sama.
Keefektifan healing magic tidak
bertambah sekalipun aku mengerahkan lebih banyak mana saat menggunakannya. Jadi aku tak tahu apakah sihirku mampu
memulihkan Ojou-sama secara sempurna.
Aku harap tulang-tulangnya tidak
salah posisi……
[Eh? Ehhh? Tidak sakit lagi……]
Ojou-sama memandang tubuhnya dengan
terkejut.
Aku mendekat dan berbisik di
telinganya.
[Shh. Jangan ribut-ribut. Tulangmu
tadi ada yang patah, dan aku barusan menggunakan healing magic. Ojou-sama,
sepertinya kita diculik oleh orang-orang jahat. Mereka adalah musuh
bebuyutannya Lord. Langkah kita berikutnya adalah……]
Ojou-sama sama sekali tidak
mendengarkan ucapanku.
[Ghyslaine! Ghyslaine, selamatkan
aku! Mereka akan membunuh kami! Cepat selamatkan aku!]
Aku buru-buru menyembunyikan tali
yang kubakar di balik bajuku, dan lari ke pojokan ruangan. Punggungku menghadap
tembok, dan aku menyembunyikan kedua tanganku di belakang punggungku, dan
berakting layaknya kedua tanganku masih terikat.
Gara-gara Ojou-sama beteriak sekuat
tenaga, pria yang tadinya sudah keluar pun kembali masuk ke dalam gudang.
[Diam!]
Dan dia kembali menendangi
Ojou-sama, bahkan dengan durasi yang lebih lama dari sebelumnya.
Aku benar-benar kehabisan kata-kata
melihat kemampuan belajar Ojou-sama.
[Sialan kau. Ingat, kalau kau berani
teriak lagi, aku akan membunuhmu!]
Aku bahkan ditendang dua kali.
Aku sama sekali tidak melakukan
apa-apa. Tolong jangan tendang aku. Aku benar-benar mau menangis……
Aku memikirkan itu sambil bergerak
mendekati Ojou-sama.
[Urgh……… Uuuu……]
Ini benar-benar kelewatan.
Aku tidak begitu yakin soal apa yang
terjadi terhadap tulang-tulangnya, tapi dilihat dari muntahan darah yang begitu
banyak, sepertinya ada organ tubuh yang pecah. Semua tulang yang ada di kedua
tangan dan kakinya patah.
Aku memang tidak terlalu paham soal
medis, tapi kalau dia dibiarkan begitu saja, dia mungkin akan mati, ya kan?
[Biarkan kuasa Tuhan diubah menjadi rejeki yang melimpah, dan diberikan pada orang yang
telah kehilangan kekuatan mereka agar bisa
bangkit sekali lagi, 『HEALING』]
Pokoknya, aku akan menggunakan healing
magic tingkat elementary terlebih dahulu untuk sedikit menyembuhkan Ojou-sama.
Sekarang Ojou-sama sudah tidak
muntah darah lagi, dan dia sudah tidak memiliki resiko untuk tewas…… mungkin.
[Uuu… M-masih terasa sakit, b-bantu
sembuhkan aku…… Ah.]
[Tidak mau. Lagipula kalau kamu
pulih, nantinya kamu bakal ribut sendiri, terus ditendangi lagi, benar kan?
Silahkan gunakan sihirmu sendiri.]
[B-bagaimana caranya aku bisa
melakukan…… itu?]
[Kalau kamu mau mempelajari itu
sebelumnya, sekarang pasti kamu sudah bisa melakukan itu.]
Aku melontarkan kalimat seperti itu,
dan berjalan ke arah pintu.
Kemudian aku menempelkan telingaku
di pintu agar aku bisa mendengarkan apa yang mereka ucapkan.
Semakin aku memikirkan ini, semakin
aku menyadari kalau situasi ini benar-benar aneh. Bagaimanapun juga, menghajar
Ojou-sama sampai dia sekarat itu benar-benar kelewatan.
[Kalau begitu, apa kita akan menjual
mereka ke orang yang sebelumnya itu?]
[Tidak. Lebih baik kalau kita minta
tebusan.]
[Bagaimana kalau nantinya kita
tertangkap?]
[Tidak masalah. Kita akan pergi ke
negara lain.]
Dilihat dari percakapan itu, mereka
benar-benar berencana untuk menjual kami.
Meminta bantuan kepada seseorang
yang familiar untuk berpura-pura menyerang si gadis, dan pada akhirnya, malah
bertemu penculik yang asli. Perkembangan seperti itu?
Sejak kapan rencanaku menjadi kacau?
Apakah orang yang seharusnya menculik kami malah diincar oleh mereka? Apakah
sejak dari awal mereka sudah mengincar kami? Atau apakah Philip memang memiliki
niat untuk menjual anaknya?
Kemungkinan yang terakhir itu tidak
benar-benar mungkin……
…… Ya sudahlah. Aku tak akan
memikirkan itu sekarang. Bagaimanapun juga, hal yang akan aku lakukan mulai
dari sekarang tidak benar-benar berubah.
Cuma kekurangan 『keselamatan』, itu saja.
[Daripada dijual, uang dari tebusan
pasti lebih tinggi kan?]
[Pokoknya, lebih baik kita membuat
keputusan sebelum malam tiba.]
[Tak peduli pilihannya yang mana,
keduanya sama-sama menguntungkan.]
Sepertinya mereka sedang berdiskusi soal
apakah mereka akan menjual kami atau meminta tebusan dari Lord. Dan sepertinya
mereka berencana untuk pergi dari sini di malam nanti.
Kalau begitu, lebih baik aku mulai
bergerak selagi hari masih cerah.
[Baiklah.]
Tapi, apa yang harus aku lakukan?
Dobrak pintu dan menaklukkan para
penculik? Setelah menghajar para penculik hingga babak belur, Ojou-sama akan
menghormatiku……
Tapi aku tidak merasa kalau hal
seperti itu akan terjadi.
Aku lebih merasa kalau dia sendiri
akan menang melawan para penculik, kalau bukan karena kedua tangannya yang
diikat.
Dan pada akhirnya, dia akan berpikir
kalau kekerasan adalah satu-satunya cara. Itu tidak boleh.
Aku harus mengajarinya bahwa
menggunakan kekerasan itu tidak ada untungnya, karena kalau tidak, di masa
depan nanti aku akan sering di hajar olehnya.
Aku harus membuatnya merasa putus
asa.
(……Ah, lagipula, bisa jadi aku tidak
bisa mengalahkan para penculik itu.)
Aku sangat yakin kalau aku akan
kalah kalau para penculik itu sama kuatnya dengan Paul.
Kalau begitu, aku pasti akan
terbunuh. Aku yakin itu.
Baiklah. Begini saja, tanpa membuat
kontak dengan para penculik, kami akan melarikan diri dari tempat ini.
Aku melihat ke belakang dan
memeriksa kondisi Ojou-sama.
Dia melotot ke arahku dengan penuh amarah.
Hm.
Pokoknya, aku akan melaksanakan
tugasku terlebih dahulu.
Pertama-tama, aku akan menggunakan
tanah untuk menyegel celah yang ada di pintu. Kemudian, aku akan menggunakan
sihir api untuk perlahan melelehkan tanah yang sudah aku munculkan sebelumnya,
agar pintunya tidak bisa bergerak.
Sekarang pintu itu sudah tidak bisa
dibuka, tapi tetap saja pintu itu akan hancur kalau ditendang atau didobrak
dengan keras. Ini cuma jaga-jaga.
Setelah itu, aku bergerak
menghampiri jendela. Sekalipun aku mempertimbangkan untuk fokus dan melelehkan
salah satu jeruji besi dengan sihir api, aku pikir nanti rasanya akan terlalu
panas, dan aku pun mengabaikan ide tersebut.
Setelah mencoba berbagai solusi yang
berbeda-beda, aku menggunakan sihir air dan mengubah tanah yang ada di
sekeliling jendela menjadi lumpur, dan berhasil melepas semua jeruji besi yang
ada. Lubang jendelanya cukup besar untuk dilalui oleh anak kecil.
Dengan begitu, rute untuk melarikan
diri sudah terjamin.
[Ojou-sama, sepertinya kali ini kita
telah diculik oleh musuh bebuyutannya Lord, dan setelah berdiskusi, mereka
memutuskan untuk menungu hingga malam tiba untuk membawa rekan mereka kemari
untuk menyiksa kita sampai mati.]
[Kamu b…… bohong…… iya kan?]
Tentu saja aku bohong.
Tapi wajah Ojou-sama langsung
menjadi pucat pasi.
[Aku masih belum mau mati, jadi aku
mau kabur sendiri…… Selamat tinggal.]
Aku beranjak dan berjalan menuju
lubang jendela yang jeruji besinya sudah aku lepaskan.
Pada saat itu, ada suara yang datang
dari arah pintu.
[Hey, kenapa pintunya tidak mau
dibuka!? Apa-apaan ini!?]
Benturan-benturan keras datang dari
sisi lain pintu.
Ojou-sama, yang memutar kepalanya
dan melihat ke arah pintu dengan wajah yang penuh ketakutan dan keputusasaan,
melihat ke arahku lagi, dan berulang kali mengulangi kalimat ini:
[Ah…… J, jangan tinggalkan aku……
Selamatkan aku……]
Ara, cepat sekali kamu menenangkan
diri. Itu sebuah kejutan buatku.
Jadi bahkan Ojou-sama pun akan
merasa ketakutan bila dihadapkan dengan situasi seperti ini.
Aku segera berjalan menghampiri
Ojou-sama dan berbisik di dekat telinganya.
[…… Sebelum kita sampai di rumah,
kamu harus mendengarkan seluruh perkataanku. Bisakah kamu berjanji untuk
melakukan itu?]
[Mendengar, um, aku akan
mendengarkanmu, oke……?]
[Bisakah kamu berjanji untuk tidak
berteriak? Ghyslaine tidak ada di sini.]
[Aku janji, aku janji…… C, cepat,
masuk…… mereka, masuk……!]
Ojou-sama mengangguk tegas.
Ketakutan dan kegelisahan tampak
jelas di wajahnya. Benar-benar berbeda dari saat ia menghajarku.
Yang paling penting adalah agar dia
merasakan bagaimana rasanya kalau dia dihajar tanpa bisa membalas.
[Kalau kamu melanggar janjimu, aku
pasti akan meninggalkanmu.]
Aku mengucapkan kalimat yang
terdengar sedingin mungkin, sambil mengubur pintu gudang dengan sihir tanah.
Kemudian aku membakar tali yang
mengikat Ojou-sama dengan menggunakan sihir api, dan menyembuhkan luka
Ojou-sama secara menyeluruh dengan healing magic intermediate.
Setelahnya, aku memanjat ke jendela
dan menarik Ojou-sama agar ia bisa mengikutiku.
***
Tidak ada tembok-tembok besar.
Paling tidak, ini bukan Roa.
Ukuran kota ini tidak sekecil desa,
tapi masih berada di kategori kota kecil. Kalau aku tidak segera melanjutkan
rencanaku, para penculik itu akan segera menemukan kami.
[Phew, aku pikir kita akan baik-baik
saja kalau kita sudah melarikan diri sampai disini.]
Ojou-sama mulai bicara dengan suara
yang lumayan keras. Apa dia berpikir kalau sekarang dia sudah aman?
[Bukannya kamu berjanji untuk tidak
bicara dengan suara keras sebelum kita sampai di rumah?]
[Hmph! Kenapa juga aku harus
menepati janjimu!?]
Ojou-sama mengucapkan itu layaknya
itu adalah hal yang paling wajar.
Bocah sialannnn.
[Oh? Kalau begitu, kita akan
berpisah disini. Selamat tinggal.]
[Hmph!]
Ojou-sama mendengus dan tanpa
mempedulikan aku mulai berbalik dan berjalan menjauhiku. Tepat pada saat itu,
terdengar suara teriakan marah yang datang dari jauh.
[Bocah sialan! Kemana kalian lari
hah!?]
Sepertinya mereka mendobrak pintu,
memutuskan untuk memeriksa jendela untuk melihat situasinya, melihat bahwa
jeruji besinya sudah hilang, dan menyadari bahwa kami telah melarikan diri, dan
langsung mencari kami. Harusnya sih situasinya seperti itu.
[…… Ahhh.]
Ojou-sama berteriak lemas, dan
segera lari menghampiriku kembali.
[A-aku cuma bercanda barusan. Aku
tidak akan bicara dengan suara keras lagi. Bawa aku kembali pulang ke rumah.]
[Aku bukan pembantunya Ojou-sama,
dan aku bukan budak.]
Aku sedikit jengkel dengan sikapnya
yang suka merendahkan orang lain itu.
[A, apa, bukannya kamu guru
privatku?]
[Sepertinya ada salah paham disini.]
[Eh?]
[Ojou-sama bilang kalau kamu tidak
merasa puas denganku, jadi aku belum dipekerjakan secara resmi.]
[A, aku akan mempekerjakanmu……]
Saat mengatakan itu, dia memalingkan
kepalanya ke satu sisi, layaknya dia sangat enggan untuk menerimaku.
Aku harus membuat janji yang pasti
dengannya.
[Sekarang kamu bilang begini. Tapi
setelah kamu sampai di mansion, kamu akan melanggar janjimu seperti barusan
ini, yak an?]
Aku menggunakan suara yang paling
dingin dan keji yang bisa aku keluarkan dari tenggorokanku.
Tanpa menunjukkan satupun emosi, aku
mengucapkan itu dengan datar.
Tapi nada bicaraku berkata bahwa
kamu tidak akan pernah memenuhi janji itu.
[Tidak, aku tidak akan melanggar
janji itu…… Tolong, selamatkan aku……]
[Kalau kamu janji untuk tidak bicara
dengan suara keras dan mendengarkan apapun yang aku katakan, kamu boleh
mengikutiku.]
[A, aku mengerti.]
Ojou-sama mengangguk dengan patuh.
Bagus sekali.
Kalau begitu, aku akan melakukan
langkah selanjutnya.
Pertama-tama, aku mengeluarkan 5
Koin Tembaga Besar Asura dari celana dalamku, yang merupakan seluruh kekayaanku
saat ini. Sebagai informasi, koin tembaga memiliki nilai 1/10 dari koin perak.
Itu bukan jumlah yang mampu membuat orang merasa tenang. Tapi uang sebanyak itu
harusnya sudah cukup untuk saat ini.
[Ikuti aku.]
Aku berjalan menjauh dari arah
datangnya teriakan para penculik, dan pergi menuju pintu masuk kota.
Di sana, ada seorang penjaga yang
bermalas-malasan di menara pemantau.
Aku memberikan 1 koin tembaga kepadanya.
[Kalau kamu melihat ada seseorang
yang mencari kami, tolong katakan pada mereka kalau kami pergi keluar dari
kota.]
[Huh? Apa? Anak-anak? Aku mengerti,
tapi apa kalian sedang bermain petak umpet? Hmm, begitu banyak uang…… Apa
kalian berasal dari keluarga bangsawan? Beneran dah……]
[Tolong lakukan itu.]
[Ahh. Aku mengerti.]
Aku merasa kalau dia menjawab dengan
acuh tak acuh, tapi paling tidak dia akan memberikan lebih banyak waktu bagi
kami untuk melarikan diri dari kejaran para penculik.
Kemudian kami langsung pergi menuju
ke area tempat kereta kuda umum berada. Aku sudah mengkonfirmasikan biaya yang
diperlukan untuk menaiki kereta kuda yang tertempel di tembok. Aku juga
memeriksa lokasi kami saat ini.
[Ini adalah kota yang terletak
disamping Roa, yang bernama Widin.]
Aku berbisik di telinga Ojou-sama,
dan sepertinya kali ini dia menepati janjinya, karena dia membalas dengan
berbisik kepadaku.
[Bagaimana kamu bisa tahu itu?]
[Bukannya ada tulisannya disana?]
[Aku tidak bisa membacanya……]
Bagus, bagus sekali.
[Akan lebih mudah kalau kamu bisa
mengerti itu. Karena cara untuk menggunakan transportasi public juga tertulis
disana.]
Serius dah. Kita dipindahkan kemari
hanya dalam satu hari.
Datang ke kota asing benar-benar
membuatku merasa tidak nyaman. Trauma ku hampir muncul kembali.
Tidak, tidak. Aku sekarang sudah
berbeda dari saat aku bahkan tidak tahu dimana lokasi “Hello” berada.
Kalau dipikir-pikir, Paul terdengar
seperti Hello di surat yang ia tulis.
Saat aku memikirkan hal yang
bukan-bukan tersebut, aku merasa kalau teriakan para penculik makin mendekat.
[Bajingan kalian! Dimana kalian sembunyi!?
Keluar sekarang juga!]
[Ayo sembunyi…!]
Aku menarik tangan Ojou-sama,
sembunyi di belakang toilet di area tunggu, dan mengunci pintunya.
Langkah kaki dari luar terdengar
dengan jelas.
[Kemana para bajingan itu pergi?]
[Jangan pikir kalian bisa melarikan
diri!]
Woahhh, itu benar-benar menakutkan.
Bisa tidak kalian tidak membuat
suara-suara seperti itu saat kalian sedang melakukan pencarian? Harusnya kalian
paling tidak menggunakan suara yang lebih lembut. Bahkan mungkin saja aku akan
terpancing. Sekalipun, hal seperti itu kebanyakan mustahil.
Akhirnya, suara itu terdengar
semakin jauh. Aku bisa bersantai untuk beberapa saat.
Tapi aku tidak boleh ceroboh.
Terkadang orang yang panik akan melakukan pencarian di tempat yang sama
beberapa kali.
[…… K, kita akan baik-baik saja
kan?]
Ojou-sama menutupi mulutnya dengan
kedua tangannyayang gemetaran. Ia tampak sangat khawatir.
[Yah, kalau kita ketahuan, kita
tinggal bertarung melawan mereka.]
[A, ah, begitu…… Baiklah……!]
[Tapi mungkin kita tidak bisa
mengalahkan mereka.]
[E, eh, begitukah……]
Ojou-sama tiba-tiba kembali
bersemangat, dan aku harus mengoreksi sikapnya itu.
Kalau dia tiba-tiba keluar dan
melawan mereka, aku yang akan kewalahan.
[Tapi barusan, saat aku melihat
harga yang dibutuhkan untuk naik kereta kuda, aku lihat kalau kita harus berganti
kereta kuda sebanyak dua kali kalau kita berangkat dari sini.]
[……… Berganti?]
Ojou-sama menunjukkan ekspresi yang
sepertinya berkata “memang kenapa?”.
[Kereta kuda yang pertama berangkat
di jam 8 pagi, dan kereta kuda yang selanjutnya akan berangkat setiap 2 jam.
Kondisi itu juga sama di kota-kota lain. Karenanya, berangkat dari sini
membutuhkan waktu 3 jam. Dan sekarang, sebentar lagi adalah gilirannya kereta
kuda yang keempat. Yang artinya……]
[Yang artinya?]
[Sekalipun kita sampai di kota
selanjutnya, tidak akan ada kereta kuda yang pergi menuju Roa. Kita harus
beristirahat semalam di kota selanjutnya.]
[!...... A, aku mengerti, ah.]
Ojou-sama tampak ingin berteriak,
tapi pada akhirnya dia masih bisa menahan diri.
Berhati-hatilah. Jangan membuat
suara-suara keras, oke?
[Aku punya 4 Koin Tembaga Besar
Asura yang paling tidak bisa digunakan untuk pergi ke kota selanjutnya dari
sini, beristirahat semalam di sana, dan dari sana berangkat ke Roa keesokan
harinya.]
[Paling tidak…… tapi uangnya cukup
kan?]
[Ya, memang cukup.]
Ojou-sama menghembuskan nafas lega.
Tapi sekarang bukan waktunya untuk
bersantai.
[Itu, kalau kita tidak ditipu saat mengambil
pengembalian.]
[Pengembalian?]
Apa itu? Ojou-sama menunjukkan
ekspresi seperti itu.
Mungkin sebelumnya dia tidak pernah
menggunakan uang yang ia miliki untuk membeli sesuatu.
[Bos yang ada di penginapan dan
stasiun kereta kuda akan mengira kalau kita hanyalah anak-anak yang tidak bisa
menghitung. Jadi, mereka mungkin tidak akan memberikan uang kembalian yang pas.
Pada saat itu, kita bisa menunjukkan mana yang salah, dan mereka akan
memberikan jumlah yang benar. Tapi kalau kita tidak bisa menghitung……]
[Apa yang akan terjadi kalau kita
tidak bisa menghitung?]
[Maka kita tidak akan bisa menaiki
kereta kuda, dan kita akan ditangkap oleh para penculik itu……]
Ojou-sama gemetaran lagi, seperti
mau buang air kecil.
[Ojou sama, toiletnya berada tepat
di sini.]
[A, aku mengerti.]
[Kalau begitu, aku akan keluar
dulu.]
Saat aku hendak keluar dari kamar
mandi, lengan bajuku ditarik.
[J-jangan pergi.]
Setelah dengan senang hati
menyaksikan Ojou-sama buang air kecil, kami keluar dari toilet.
Sepertinya para penculik itu sudah
pergi.
Aku tak yakin apakah mereka masih
melanjutkan pencarian mereka di luar kota, atau di dalam kota.
Kalau kami ketahuan, aku hanya bisa
menggunakan seluruh kemampuan sihirku untuk melumpuhkan mereka.
Aku berdoa dengan harapan aku bisa
mengalahkan mereka, dan menunggu di pojokan pada waktu yang sama. Setelah
waktunya tiba, kami menyerahkan uang kepada pengemudi dan menaiki kereta kuda.
***
Kami akhirnya sampai di kota
selanjutnya.
Untuk menunjukkan kejamnya dunia
kepada Ojou-sama, aku mencari tempat yang kumuh untuk beristirahat, dan tidur
di atas jerami.
Ojou-sama tampak begitu gelisah,
sampai-sampai dia tidak bisa tidur.
Tiap kali dia mendengar suara, dia
akan duduk dan melihat ketakutan kea rah pintu. Setelah beberapa saat tidak
menemukan apa-apa, dia akan menghembuskan nafas lega---- Melakukan proses itu
berulang-ulang.
Di hari kedua, kami naik kereta kuda
yang berangkat pertama.
Kedua mata Ojou-sama tampak begitu
merah. Mungkin itu karena kekuarangan tidur, tapi dia tidak berani untuk
menutup kedua matanya, dan terus mengamati bagian belakang kereta kuda dengan
penuh waspada.
Beberapa kali, ada orang yang datang
menyusul kereta kuda yang kami tumpangi, namun mereka bukanlah para penculik.
Mungkin mereka sudah jauh
tertinggal. Mungkin mereka sudah menyerah.
Aku tidak terlalu serius memikirkan
itu.
Setelah beberapa jam tanpa ada
peristiwa penting yang terjadi, kami sampai di Roa.
Setelah melewati tembok-tembok kota
yang kokoh dan meyakinkan, kami bisa melihat mansion dari jauh, dan di dalam
hati aku langsung merasa aman.
Pemikiranku, tanpa aku sadari, sudah
percaya bahwa posisi kami saat ini sudah aman.
Setelah turun dari kereta kuda, kami
berjalan menuju mansion. Langkah kami cepat dan ringan. Setelah melakukan
perjalanan dengan menggunakan kereta kuda dan tidur di atas jerami untuk
pertama kalinya, aku juga merasa lelah.
Dan layaknya memanfaatkan kelemahan
itu ---- Ojou-sama tiba-tiba ditarik masuk ke dalam salah satu lorong.
Terlalu ceroboh.
[……Eh?]
Aku baru menyadari itu setelah 2
detik berlalu.
Tatapanku hanya beralih selama 2
detik, dan dalam jeda waktu yang singkat itu, Ojou-sama menghilang.
Aku benar-benar mengira kalau dia
lenyap begitu saja. Di pojok penglihatanku, aku melihat ada sobekan pakaian
yang memiliki warna yang sama seperti pakaian yang dikenakan Ojou-sama di
tembok.
Aku segera melakukan pengejaran.
Memasuki lorong, aku melihat ada figur
dua orang yang sedang menggendong Ojou-sama.
[Hmph!]
Aku segera menggunakan sihir tanah
untuk membuat tembok.
Dari tanganku, sihir yang aku
keluarkan menciptakan tembok besar yang terbuat dari tanah yang muncul di
hadapan mereka.
Mereka hanya bisa berhenti di jalan
buntu, tepat di depan tembok tanah yang tiba-tiba muncul.
[Apa-apaan!?]
[Mmmph!]
Mulut Ojou-sama sudah mereka tutupi.
Tampak air mata menetes dari kedua matanya.
Mampu menutupi mulut Ojou-sama dalam
hitungan detik, mereka benar-benar ahli dalam hal ini.
Dan Ojou-sama tampak seperti habis
menerima pukulan, wajahnya tampak memerah.
Lawanku adalah dua manusia, dan
mereka berdua pria.
Salah satu dari mereka adalah orang
kasar yang menendangku. Yang satunya mungkin adalah orang yang berdialog
dengannya. Mereka berdua tampak seperti bandit, dan memiliki pedang di pinggang
masing-masing.
[Oh, jadi si bocah. Padahal kau bisa
diam-diam pulang ke rumah……]
Kedua orang itu terkejut melihat
tembok yang tiba-tiba muncul, tapi setelah mereka melihatku, mereka tersenyum.
Tanpa peringatan, orang kasar yang
menendangku berjalan menghampiriku.
Yang satunya menggendong Ojou-sama.
Apa masih ada yang lain……?
Pokoknya, dengan niat untuk
mengintimidasi mereka, aku mengeluarkan bola api kecil di ujung jariku.
[Apa? Bajingan!]
Melihat itu, si orang kasar
menghunuskan pedangnya.
Pria yang satunya menjadi waspada,
meletakkan pedangnya di leher Ojou-sama, dan mundur perlahan.
[Kau bocah sialan. Disini aku
penasaran kenapa kau bisa bersikap begitu tenang, ternyata kau adalah penyihir
pengawal…… Jelas saja kalian bisa melarikan diri dengan mudah. Sialan. Aku
tertipu oleh penampilanmu! Apa kau berasal dari ras demon!]
[Aku bukan pengawal, aku belum
dipekerjakan secara resmi.]
Sekalipun aku tidak berasal dari ras
demon, aku tidak perlu mengoreksi itu.
[Apa? Kalau begitu kenapa kau
menghalangi kami?]
[Seharusnya aku akan dipekerjakan
setelah ini semua selesai.]
[Oh, jadi karena uang?]
Untuk uang.
Dia benar soal itu. Aku memang
berniat untuk mendapatkan uang untuk membayar biaya universitas.
[Aku tidak akan menyangkal soal
itu.]
Mulut orang kasar itu pun tersenyum
setelah mendengar jawabanku.
[Kalau begitu, bantulah kami.
Diantara para pelanggan kami, ada seorang bangsawan mesum yang ingin membeli
gadis dengan status social tinggi. Kalau kita minta tebusan, itu juga mungkin.
Aku dengar kalau gadis ini adalah putri kesayangan Lord yang ada disini. Mereka
pasti akan menyediakan semua hal yang kita inginkan.]
[Oh……]
Aku menunjukkan respons tertarik,
dan wajah Ojou-sama langsung menjadi pucat pasi.
Mungkin dia tahu kalau aku menjadi
guru privatnya hanya untuk membayar biaya universitas.
[Kalau begitu, berapa banyak uang
yang bisa kita dapat?]
[Tentu bukan jumlah kecil seperti 1
atau 2 koin emas per bulan, tapi 100 koin emas!]
Ucap orang kasar itu dengan penuh
rasa bangga.
Sekalipun aku tidak tahu seberapa
besar nilai itu sebenarnya, aku merasa orang itu seperti berkata, “Wow 1 juta
dolar”. “Itu benar-benar menakjubkan bukan?” Dia itu mirip seperti anak TK.
[Hehehe. Bocah, kau mungkin
kelihatan masih muda, tapi sebenarnya usiamu lumayan tinggi kan?]
[Hmm? Kenapa kamu memiliki pemikiran
seperti itu?]
[Dengan sihir dan sikap tenang
seperti itu, cukup dengan melihatnya saja kami sudah tahu. Ras demon punya
orang dengan ciri-ciri seperti itu. Kau pasti merasa tidak nyaman dengan
penampilanmu, ya kan? Yah, kau pasti tahu bukan, betapa pentingnya uang di
dunia ini?]
[Oh begitu.]
Dari orang yang tidak tahu apa-apa,
pasti dia akan berpikir seperti itu. Tapi benar, umur mentalku sudah lewat dari
40 tahun. Tebakanmu tepat sekali, tuan bandit yang hebat.
[Benar, hidup hingga mencapai usiaku
kini, aku sangat menyadari betapa pentingnya uang. Aku bahkan pernah terlempar
ke tanah asing tanpa dibekali uang sedikitpun.]
[Hehehe, jadi kau paham bukan?]
Sekalipun sebelum itu, aku hidup
tanpa memiliki sedikitpun rasa kekhawatiran.
Hampir 20 tahun hidup pengangguran.
Penuh dengan Eroge dan game di internet. Itu adalah separuh hidupku.
Dari situ aku mempelajari sesuatu.
Aku bisa mengkhianati Ojou-sama.
Atau, skenarioku dengan Ojou-sama
bisa dimulai disini dengan cara membantunya.
[Karenanya, aku sangat paham kalau
ada hal yang lebih penting daripada uang.]
[Jangan mengatakan kalimat yang sok
suci seperti itu!]
[Itu bukan sok suci, kalian tak bisa
membeli “Dere*” dengan uang!]
*(kasih sayang/mesra, dari kata
tsundere/yandere, bayangkan ojou-sama bermesraan dengan rudy)
Oh sial. Aku keceplosan.
[Dere? Apa itu?]
Si orang kasar tampak kebingungan,
tapi kenyataannya, negosiasi diantara kami telah gagal. Senyumnya yang
menjengkelkan menghilang, dan dia menghunuskan pedangnya ke arah leher
Ojou-sama dengan ekspresi serius.
[Kami punya sandera. Buang bola api
yang ada di tanganmu!]
[……… Bisakah aku melemparnya ke
udara?]
[Terserah, tapi jangan coba-coba
untuk melemparnya ke arah kami. Sekalipun kau bisa bertindak dengan cepat, kau
tetap tidak akan bertindak lebih cepat daripada pedang yang ada di tanganku.
Aku akan menggorok leher pelacur ini dan menggunakannya sebagai perisai.]
Dia tidak menyuruhku untuk
memadamkan bola apiku. Bukan, mungkin dia tidak tahu.
Saat membaca mantera, sihir yang
keluar itu otomatis.
Dia tak akan memahami bagian ini
kalau dia tidak pernah belajar sihir sebelumnya.
[Aku mengerti.]
Aku memanipulasi mana dari bola apiku sebelum
menembakkannya.
Aku menciptakan bola api dengan tipe
special, dan kemudian menembakkannya ke atas, ditemani dengan bunyi aneh.
Ledakan besar terjadi di udara.
[Huh!?]
[Apa!?]
[Mmmmph!?]
Bunyi ledakan yang memekakkan
telinga terdengar dengan jelas. Di saat semuanya melihat ke atas, ada kilasan
cahaya yang begitu terang, dan temperatur yang tampaknya mampu membakar kulit
seseorang.
Aku mulai berlari.
Menyiapkan sihir sambil berlari, aku
menciptakan dua tipe sihir yang paling sering aku gunakan.
Di tangan kanan adalah sihir angin
[True Sonic Boom].
Di tangan kiri adalah sihir tanah
[Rock Cannon].
Aku menembakkan kedua sihirku ke
arah kedua penculik.
[Ahhh!]
True sonic boom mengenai pria yang
menggendong Ojou-sama.
[Urgh!]
Ojou-sama terjatuh dari gendongan
pria itu, dan aku berhasil menangkapnya dengan selamat. Tentunya dengan gaya
seperti menggendong seorang putri.
[Tch! Jangan meremehkan aku!]
Aku menoleh ke arah penculik
satunya, dan melihatnya mampu menebas batu yang aku tembakkan menjadi dua.
[Uwah……]
Anjrit. Dia ternyata mampu membelah
batu ku. Sekalipun aku tidak tahu teknik seperti apa yang dia gunakan, tetap
saja itu mengerikan. Kalau dia sama hebatnya seperti Paul, situasinya bakal
jadi merepotkan. Aku mungkin tidak akan bisa menang melawan musuh seperti itu.
[Awawawa…..!]
Aku menggunakan melded magic angin
dan api dan menciptakan gelombang kejut di dekat kakiku, dan melesat ke arah
berlawanan.
Gelombang itu cukup kuat sampai
membuatku merasa kalau tulang-tulang yang ada di kakiku retak semua.
Sesaat setelahnya, ada sebuah pedang
yang menebas tempat dimana aku berada sebelumnya. Pedang itu mengayun tepat di
hadapan pucuk hidungku, dan mengeluarkan bunyi tebasan angin.
Itu terlalu berbahaya.
Tapi dia tidak secepat Paul. Kalau
begitu aku hanya perlu berkonsentrasi dan menghadapinya. Aku sudah banyak
melakukan pertarungan melawan pendekar pedang di dalam pikiranku. Aku akan bisa
mengatasi dia kalau aku menerapkan apa yang sudah aku pelajari selama ini.
Aku mempersiapkan sihir berikutnya
di udara.
Pertama-tama adalah bola api yang
aku lempar ke arah wajah pria itu.
Kecepatannya sedikit lambat.
[Cuma ini kemampuanmu!?]
Pria itu melihat bola api yang aku
tembakkan dengan jelas dan bersiap untuk menghadapinya dengan mengangkat
pedangnya.
Di saat dia menebas bola apiku, aku
menggunakan sihir tanah dan air untuk menciptakan pasir hisap di bawah kakinya.
Sekalipun dia berhasil mengatasi
bola api, kini kedua kakinya terjebak di lumpur yang sangat kental. Gerakannya
kini sudah berhasil kusegel.
[Apa!?]
Bagus sekali, kami berhasil menang.
Aku yakin itu.
Musuhku tak bisa lari lagi, dan
sekalipun mereka mampu menangkis bola apiku, aku sudah berada di luar jangkauan
mereka. Sekalipun aku menggendong Ojou-sama, setelah aku berhasil menemukan
tempat yang ada orangnya, kemenangan akan menjadi milik kami. Atau kalau tidak,
aku bisa memanggil bantuan.
---- Disaat aku memikirkan itu.
[Jangan pikir kalian bisa lari!]
Pria itu tiba-tiba melempar pedangnya.
Melihat itu, ajaran Paul terlintas
di dalam pikiranku. Teknik untuk melempar pedang di teknik North-God bila kaki
mereka terluka.
Itu adalah teknik untuk melempar
pedang ke arah musuh dari jauh.
Pedang itu melayang lurus ke arahku
dengan kecepatan tinggi.
Naluriku berkata kalau aku tidak
bisa melarikan diri dari pedang itu.
Pedang itu seperti melayang dalam
adegan gerak lambat.
Tujuannya adalah kepalaku.
------------------Mati.
Kalimat [mati] langsung muncul di
dalam pikiranku.
Sesuatu berwarna kecoklatan melayang
di hadapan kedua mataku.
Pada waktu yang sama, pedang yang
melayang ke arahku jatuh ke tanah.
[Eh?]
Di hadapan mataku, tampak punggung
seseorang.
Punggung yang lebar. Aku mengangkat
kepalaku, dan melihat ada telinga hewan di kepala orang itu.
Dia adalah Ghyslaine Dedorudia.
[Serahkan sisanya kepadaku.]
Sembari mengucapkan itu, saat
tangannya bergerak ke arah pedang yang ada di pinggangnya, ----- sebuah kilatan
berwarna merah melintas di udara.
[…… Ah?]
Kepala dari pria yang tersangkut di
pasir hisap jatuh ke tanah.
Sekalipun jarak diantara mereka
berdua begitu jauh. Sekalipun pedang Ghyslaine tak mungkin mencapai posisi
mereka.
[D, darimana kau datang…..]
Di saat ekor Ghyslaine bergoyang,
kepala pria yang satunya juga turut jatuh ke tanah.
Smack. Bunyi seperti itu. Aku bahkan
bisa mendengarnya dari jarak sejauh ini.
Pikiranku tak bisa memahami situasi
yang sedang terjadi.
[………]
Aku melihat dua tubuh yang jaraknya
beberapa meter dariku roboh dengan bengong.
Ini benar-benar tidak terasa seperti
sesuatu yang nyata. Apa yang terjadi? Aku benar-benar tidak paham.
Eh? Mereka mati?
Pertanyaan itu melayang di dalam
pikiranku.
[Hm, Rudeus. Hanya ada 2 musuh?]
Aku kembali sadar ketika Ghyslaine
bertanya kepadaku.
[Ah, ya, terima kasih, Ghyslaine,
nee-chan.]
[Tidak perlu pakai nee-chan,
Ghyslaine saja sudah cukup.]
Ghyslain berbalik menghadapku dan
mengangguk.
[Aku tiba-tiba melihat ada ledakan
di udara, dan berlari kemari untuk memeriksanya. Sepertinya dugaanku benar.]
[C-cepat sekali. Kau barusan
mengalahkan mereka berdua secepat itu……]
Sejak aku meluncurkan bola api ke
udara, satu menit saja belum berlalu.
Tak peduli bagaimanapun orang
melihatnya, itu tadi terlalu cepat.
[Aku sedang berada di dekat sini,
dan itu tidak terlalu cepat. Selama itu adalah prajurit Dedorudia, musuh
seperti itu bisa dibunuh secara instan. Tapi Rudeus, apa ini pertama kalinya
kamu bertarung melawan pengguna teknik North-God?]
[Ini adalah pertama kalinya aku
mencoba untuk saling bunuh dengan orang lain.]
[Begitukah? Kamu harus hati-hati.
Mereka tidak akan menyerah sebelum mereka mati.]
Sebelum mereka mati.
Benar, barusan tadi aku nyaris mati.
Kakiku gemetaran saat aku mengingat
kalau barusan ada pedang yang melayang tepat ke arahku.
Saat dimana kami mencoba untuk
membunuh satu sama lain.
Itulah yang baru saja terjadi.
[A, ayo kita kembali.]
Kalau aku membuat satu saja
keputusan yang salah, aku akan mati.
Aku belum pernah memikirkan itu
sebelumnya. Ini adalah dunia yang berbeda.
Dunia dengan pedang dan sihir.
Apa yang akan terjadi kepadaku kalau
aku mati lagi……?
Rasa takut akan hal yang tidak diketahui,
membuat darah di tubuhku terasa begitu dingin.
***
Saat aku kembali ke mansion,
Ojou-sama terduduk di lantai seperti kehabisan seluruh tenaga.
Tubuhnya tampak begitu lemas setelah
semua ketegangan yang ia rasakan menghilang.
Para pembantu wanita berlari
menghampiri Ojou-sama dengan panik.
Melihat para pembantu yang berniat
untuk membantu, Ojou-sama menampik tangan-tangan yang mereka ulurkan dan
berdiri sambil gemetaran layaknya bayi rusa yang baru lahir.
Ia berdiri dengan menyilangkan kedua
tangannya di depan pundaknya seperti Raja Iblis.
Sepertinya dia sudah kembali
mendapatkan auranya setelah berhasil sampai di rumah.
Para pembantu berhenti bergerak
setelah melihat postur tubuh aneh yang ditunjukkan Ojou-sama.
Ojou-sama tiba-tiba menunjuk ke
arahku dengan jarinya dan berkata dengan suara lantang.
[Itu adalah janji sebelum kita
sampai di rumah! Sekarang aku sudah boleh bicara kan!]
[Mmm, ya, kamu boleh bicara
sekarang, Ojou-sama.]
Mendengar suaranya yang begitu
lantang, aku merasa kalau rencanaku gagal.
Insiden separah ini tak akan bisa
membuatku menjinakkan anak yang kasar dan arogan ini.
Khususnya setelah pertarungan hidup
mati pertamaku. Seluruh tubuhku gemetaran. Mungkin Ojou-sama menyadari itu. Ia
pasti berpikir kalau aku hanya pintar bicara, tapi sebenarnya sangat lemah.
[Aku mengijinkanmu secara khusus
untuk memanggilku Eris!]
Tapi kalimat yang dilontarkan
Ojou-sama malah membuatku terkejut.
[Eh?]
[Aku bilang, aku mengijinkanmu
secara khusus untuk memanggilku dengan nama itu!]
------ Itu artinya, rencanaku
berhasil?
Aku bisa menjadi guru privat?
Wo, woah, kau serius!? A, aku
berhasil? Itu menakjubkan!
[Terima kasih banyak, Eris-sama!]
[Kau tak perlu menambahkan –sama!
Panggil saja Eris!]
Eris meniru Ghyslaine, dan
mempertahankan postur tubuhnya sambil duduk di lantai dengan bunyi plop.
Dengan demikian, aku menjadi guru
tutor Eris Boreas Greyrat.
-- Status –
Nama : Eris Boreas Greyrat
Profesi : Cucu dari Lord
Sifat : Kasar
Kalau bicara dengannya : Tidak
benar-benar mustahil
Bahasa : Hanya bisa menulis namanya
sendiri
Matematika : Hanya bisa penambahan
Sihir : Tertarik
Ilmu pedang : Teknik Sword-God
tingkat elementary
Etik : Salam tipe Boreas
Orang yang dia sukai : Kakek,
Ghyslaine
Tidak ada komentar:
Posting Komentar