[Web Novel 12] Kekerasan Tuan Putri
Ketika kami sampai di Roa, malam
sudah tiba.
Jarak antara desa Buina dan Roa
adalah sekitar satu hari perjalanan dengan menggunakan kereta kuda.
Kalau dihitung dengan menggunakan
waktu, kira-kira sekitar 6-7 jam. Jarak seperti itu tidak bisa dianggap jauh,
tapi kalau dianggap dekat juga salah.
Kota Roa, memang benar merupakan
salah satu kota terbesar yang ada di sekitar sini, dan merupakan tempat yang
sangat ramai.
Hal pertama yang aku lihat adalah
tembok.
Tembok-tembok yang mengelilingi kota
dengan tinggi sekitar 7-8 meter, dan terlihat sangat kokoh.
Di sekitar gerbang kota, ada arus
lalu lintas yang tak ada akhirnya, dan setelah kami masuk ke dalam, aku
langsung melihat berbagai jenis pedagang yang sedang berjualan.
Dan tepat di lokasi yang baru saja
kami masuki, ada serangkaian losmen dan kandang kuda.
Para penduduk kota berbaur dengan
para pedagang, ada juga orang-orang yang berjalan dengan mengenakan armor, dan
seluruh bagian tempat ini benar-benar terlihat seperti kota fantasi yang biasa
muncul di buku-buku cerita.
Ada beberapa orang yang membawa
barang bawaan besar duduk di sebuah tempat layaknya mereka sedang menunggu
sesuatu.
Apa ya itu?
[Ghyslaine, apa kamu tahu itu apa?]
Aku bertanya pada orang yang duduk
dihadapanku.
Memiliki telinga hewan dan sebuah
ekor, dan mengenakan pakaian kulit yang sangat terbuka, dengan kulit berwarna
coklat di bawahnya, adalah seorang pria besar berotot ------ Bukan, dia adalah seorang
pendekar pedang wanita.
Ghyslaine Dedorudia.
Memiliki tingkat ketiga tertinggi
dalam ranking teknik Sword-God, seorang pendekar pedang wanita kuat yang
memiliki gelar Sword King, dan telah setuju untuk untuk mengajariku ilmu
berpedang di tempat yang sekarang sedang kami tuju.
Dia adalah guruku yang kedua.
[…… Nak.]
Menanggapi pertanyaanku, dia
menunjukkan ekspresi jengkel.
[Apa kamu menganggapku sebagai orang
idiot?]
Ghyslaine melotot dengan garang ke
arahku, dan tatapannya itu membuatku takut.
[Ah bukan. Aku cuma, aku tak tahu
apa itu, jadi aku mau tanya……]
[Ah, maaf. Jadi itu maksudmu.]
Melihatku hampir meneteskan air
mata, Ghyslaine dengan cepat menjawab.
[Itu adalah tempat untuk menunggu
kereta kuda umum. Pergi dari suatu kota ke kota lain membutuhkan kereta kuda,
dan kamu bisa naik kereta kuda bila kamu membayar beberapa uang kepada
pengemudinya.]
Ghyslaine menunjuk ke toko-toko yang
kami lewati satu per satu, memberitahuku kalau itu adalah toko senjata, itu
adalah bar, dan yang disana ada beberapa asosiasi perdagangan. Hey tunggu dulu,
itu adalah toko yang sangat mencurigakan.
Meskipun dia memiliki penampilan
yang bisa membuat orang lain takut, sebenarnya dia sangat bersahabat.
Kami masuk ke dalam suatu tikungan,
dan suasana di sekeliling kami berubah.
Setelah ada banyak toko yang melayani
para adventurer, kami menemui banyak toko-toko perumahan selagi melanjutkan
perjalanan dengan kereta kuda.
Pasti ada orang-orang yang tinggal
di dalam lorong-lorong ini.
Sepertinya penataan bangunan di sini
sudah direncanakan dengan matang.
Kalau ada musuh yang muncul,
orang-orang yang berada di sekitar sini akan bertahan, sedangkan para penduduk
akan melarikan diri menuju jantung kota, atau lari ke arah yang berlawanan.
Karena kota ini memiliki konsep
seperti itu, makin dekat dirimu dengan jantung kota, rumah-rumah di jalanan pun
akan menjadi lebih besar, dan bahkan bangunan toko-toko pun lebih tinggi.
Makin dekat dengan jantung kota,
makin kaya orang-orang yang tinggal di sana.
Dan kemudian, tepat di tengah-tengah
kota, terletak bangunan yang paling tinggi.
[Itu adalah mansion milik Lord(gelar
bangsawan).]
[Rasanya itu lebih mirip dengan sebuah
kastil daripada sebuah mansion.]
Menurut sejarah, 400 tahun yang
lalu, kota ini menjadi garis pertahanan terakhir bagi umat manusia. Roa adalah
kota dengan sejarah yang panjang.
Tapi hanya sebagian dari sejarah itu
yang benar, para bangsawan yang tinggal di ibu kota menganggap tempat ini
sebagai tempat dimana para adventurer kelas rendah menetap.
Jadi ini kastil yang berdiri di kota
ini.
[Sepertinya status kebangsawanan
Ojou-sama lumayan tinggi, karena kita sampai sedekat ini dengan
jantung kota.]
[Tidak juga.]
Ghyslaine menggelengkan kepalanya.
Tapi karena mansion milik Lord sudah
berada tepat di hadapan mataku, menurut informasi yang aku dapatkan sebelumnya,
orang-orang yang tinggal disini sudah jelas memiliki posisi tinggi.
……….. Atau mungkin tidak. Menetap di
area yang dekat dengan perbatasan seperti ini, posisi mereka mungkin tidak
terlalu tinggi.
[Eh?]
Saat aku memikirkan itu, si
pengemudi kereta kuda menyapa orang yang ada di gerbang mansion.
Dan memasuki mansion itu.
[Um, apakah tuan putri yang harus
aku ajari adalah putri dari Lord?]
[Bukan.]
[Bukan?]
[Tebakanmu hampir benar.]
Apa ada makna tersembunyi dibalik
kata-katanya? Aku tak mengerti……
Kereta kuda yang kami tunggangi pun
berhenti.
***
Saat kami memasuki mansion, kami
dituntun ke dalam ruangan yang sepertinya memiliki fungsi untuk menghibur para
tamu.
Si butler(pelayan) menunjuk
ke arah dua sofa yang ada di dalam ruangan.
Ini adalah interview pertama
untukku.
Aku harus melakukan ini dengan
hati-hati.
[Silahkan duduk.]
Aku menuruti saran dari si butler
dan duduk di sofa yang ditunjuk, sedangkan Ghyslaine pergi dari sisiku tanpa
mengucapkan sepatah katapun dan berdiri di pojokan ruangan.
Yang mana bisa digunakan untuk
mengawasi seluruh area ruangan.
Kalau hal seperti itu terjadi di
kehidupanku yang dulu, aku pasti mengira bahwa Ghyslaine adalah seseorang yang
menderita chuunibyou.
[Tuan muda akan segera datang. Mohon
tunggu sebentar.]
Si butler menuangkan cairan yang
mirip seperti teh merah ke dalam cangkir yang kelihatan sangat mewah, kemudian
menunggu di pintu masuk.
Aku meminum cairan yang mengepulkan
uap itu.
Rasanya lumayan. Meskipun aku tak
tahu bagaimana cara untuk menilai kualitas dari teh merah, teh yang aku minum
ini harganya pasti lumayan mahal.
Mulai dari awal, tak ada minuman
yang disiapkan untuk Ghyslaine. Sepertinya hanya aku lah yang diperlakukan
sebagai tamu.
[Dimana dia!]
Ketika aku memikirkan hal-hal
tersebut, aku mendengar suara yang lantang dan langkah kaki yang tergesa-gesa
dari samping ruangan.
[Apa dia disini?]
Seorang pria yang tampak kuat
memasuki ruangan dengan kasar.
Umur pria itu mungkin sekitar 50
tahunan, dan rambut berwarna coklat gelap di kepalanya tercampur dengan sedikit
rambut berwarna putih, tapi secara keseluruhan sepertinya dia berada dalam
kondisi yang cukup baik.
Aku meletakkan cangkir ke atas meja
dan berdiri, kemudian membungkukkan pinggangku sampai 90 derajat.
[Senang bertemu dengan anda, nama
saya Rudeus Greyrat.]
Pria itu mendengus tidak puas.
[Hmph, kamu bahkan tak tahu
bagaimana caranya memberi salam kepada orang lain!]
[Tuan, Rudeus-dono belum pernah
meninggalkan desa Buina. Beliau masih muda dan belum memiliki waktu untuk
mempelajari tata krama. Tolong maafkan ketidaksopanan kecil tersebut……]
[Diam.]
Si butler tak lagi bicara setelah
dia diteriaki.
Pria tua ini sepertinya adalah orang
yang mempekerjakanku.
Sepertinya dia benar-benar marah.
Rasanya seperti ada sesuatu yang kurang memadai dalam diriku.
Meskipun aku ingin memberi salam
dengan benar, sepertinya tata krama para bangsawan memiliki aturan yang
berbeda.
[Hmph, Paul bahkan tak mengajarkan
formalitas kepada anaknya!]
[Saya dengar ayah membenci
aturan-aturan kaku, dan karena itulah ayah dengan sengaja tak mengajarkan itu
kepada saya.]
[Langsung cari alasan! Kamu itu sama
saja seperti Paul.]
[Apa ayah selalu mencari alasan?]
[Kamu pikir bagaimana? Tiap kali dia
membuka mulutnya, yang keluar hanyalah alasan. Kalau dia mengompol, dia bakal
mencari alasan. Kalau dia bertengkar, dia akan mencari alasan. Kalau dia
bermalas-malasan saat belajar, dia juga akan mencari alasan.]
Jadi begitu. Kalau dipikir-pikir
benar juga.
[Kalau kamu ingin mempelajari
sesuatu, paling tidak ketahuilah tata krama! Kamu tak mencobanya sama sekali,
dan karena itulah kamu menjadi seperti ini!]
Tapi apa yang dia katakan tidaklah
salah, dan bukan tanpa alasan.
Aku hanya mempelajari sihir dan ilmu
pedang, dan aku tak pernah berpikir untuk mempelajari sesuatu yang lain.
Mungkin pandanganku memang terlalu
sempit.
Aku harus merenungkan itu dengan
sungguh-sungguh.
[Anda benar. Ini memang kesalahan
yang saya sebabkan sendiri. Saya benar-benar meminta maaf.]
Si pria tua itu menghentakkan
kakinya ke lantai saat aku menundukkan kepalaku.
[Tapi sepertinya kamu tak
menggunakan itu sebagai alasan, dan berusaha sebisamu untuk menampilkan sikap
yang formal! Aku akan mengijinkanmu untuk tinggal di dalam mansion ini!]
Aku tak benar-benar mengerti dengan
apa yang sebenarnya terjadi, tapi sepertinya aku sudah dimaafkan.
Setelah pak tua itu mengucapkan
kalimat di atas, dia membalikkan tubuhnya dengan penuh semangat dan pergi
meninggalkan ruangan layaknya badai.
[Siapa?]
Aku menatap ke arah si butler dan
bertanya.
[Beliau adalah Sauros Boreas
Greyrat-sama, Lord dari Fedoa, dan paman dari tuan Paul.]
Jadi orang itu adalah seorang Lord.
Dia itu sedikit terlalu sombong. Aku
benar-benar khawatir dengan metode yang ia gunakan untuk mengatur daerah ini.
Yah, ada banyak adventurer disini, jadi kalau dia tak memiliki figur yang
mengesankan, dia mungkin tak akan bisa menjalankan tugas-tugas yang dimiliki
seorang Lord.
Hm? Greyrat, paman……?
[Itu artinya beliau adalah saudara
dari kakekku?]
[Ya.]
Aku sudah menebak kalau Paul
memanfaatkan hubungan keluarga yang sebelumnya sudah ia putuskan.
Tapi kalau dipikir-pikir, berarti
keluarga Paul termasuk salah satu bangsawan kelas tinggi.
Orang itu dulunya pasti adalah tuan
muda dari suatu tempat yang lumayan bagus.
[Ada apa Thomas? Kenapa kok pintunya
terus terbuka lebar?]
Ada orang lain memasuki ruangan dari
sisi lain pintu.
[Tapi ayah kelihatannya lumayan
gembira. Apa ada sesuatu yang terjadi?]
Seorang pria dengan tubuh yang
ramping dan memiliki rambut berwarna coklat muda.
Berdasarkan pada apa yang dia
ucapkan, dia pasti sepupunya Paul.
[Tuan muda, saya benar-benar minta
maaf. Tuan Sauros baru saja bertemu dengan Rudeus-sama, dan sepertinya beliau
cukup senang dengannya.]
[Hoh, anak yang disenangi ayah…… Apa
dia salah memilih? Hmm.]
Ucapnya sambil berjalan ke arah sofa
yang ada di depanku, kemudian duduk di atasnya.
Ah, benar juga, lebih baik aku
buru-buru menyapanya.
[Senang bertemu dengan anda, nama
saya Rudeus Greyrat.]
Aku menundukkan kepalaku, dengan
cara yang hampir sama seperti yang aku lakukan ketika menyalami Sauros.
[Ah, namaku adalah Philip Boreas
Greyrat. Ketika para bangsawan menyapa satu sama lain, mereka akan meletakkan
tangan kanan mereka ke dada mereka dan sedikit menundukkan kepala mereka. Dari
caramu melakukan itu, kamu pasti mendapat omelan.]
[Seperti ini?]
Aku meniru tindakan Philip dan
sedikit mengangkat kepalaku.
[Benar, tapi caramu memberi salam
sebenarnya tidaklah buruk. Kalau seorang pandai besi memberi salam kepada ayah
dengan cara seperti itu, beliau mungkin akan merasa senang. Duduklah.]
Philip pun duduk dengan bunyi plop.
Aku pun mengikuti sarannya dan
kembali duduk.
……… Apakah interview nya sudah
dimulai?
[Seberapa banyak yang kamu pahami?]
[Ayah bilang kalau saya mengajari
Ojou-sama disini selama 5 tahun, saya akan menerima bantuan biaya untuk
bersekolah di Universitas Sihir.]
[Hanya itu?]
[Ya.]
[Aku mengerti……]
Philip meletakkan kedua tangannya ke
bawah dagunya, layaknya sedang memikirkan sesuatu, dan pandangannya mengarah ke
atas meja.
[Apa kamu suka dengan wanita?]
[Tidak separah ayah.]
[Begitukah? Baiklah, kamu diterima.]
Ah? Ara?
Itu terlalu cepat, ya kan?
[Untuk sekarang, anak itu hanya
menyukai 2 orang, Edena yang mengajari tata krama, dan Ghyslaine yang mengajari
ilmu pedang. Sebelum kamu datang kemari, sudah ada 5 orang yang dipecat. Bahkan
salah satu diantara mereka adalah orang yang pernah mengajar di istana
kerajaan.]
Meskipun dia pernah mengajar di
istana kerajaan, cara dia mengajar mungkin tidak bagus, tapi aku tak mengatakan
itu secara terang-terangan.
[……… Apa itu semua ada hubungannya
dengan menyukai wanita?]
[Tidak juga. Karena Paul adalah orang
yang akan melakukan segala hal untuk mendapatkan wanita yang dia inginkan, aku
penasaran apakah kamu itu sama dengan dia atau tidak.]
Philip mengangkat bahunya.
Harusnya aku yang ingin mengangkat
bahuku. Kau ternyata mengkelompokkan aku dalam satu grup bersama Paul.
[Sejujurnya, aku tak memiliki
ekspektasi apapun kepadamu. Tapi karena kamu adalah anaknya Paul, bagaimanapun
juga aku ingin kamu mencobanya.]
[Whoa. Itu terlalu blak-blakan.]
[Memangnya kenapa? Apa kamu punya
kepercayaan diri yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan ini?]
Sebenarnya aku tak memilikinya.
Tapi sekalipun aku tak memilikinya,
aku tak bisa mengatakan itu secara terang-terangan dalam suasana seperti ini.
[Sebelum saya bertemu dengan Ojou-sama,
saya tak yakin……]
Kalau aku gagal dalam pekerjaan ini
dan harus mencari pekerjaan lain, aku pasti akan ditertawai oleh Paul. Dia
pasti akan mengatakan sesuatu seperti, kamu itu masih bocah lah, atau apalah.
Apa kau bercanda?
Bagaimana bisa aku ditertawakan oleh
pria yang usianya lebih rendah dariku?
Muuu……
[Kalau kenyataannya memang tidak
mendukung…… mari kita coba untuk berakting.]
Aku akan menggunakan pengetahuan
dari kehidupanku yang dulu.
Sebuah metode untuk menjinakkan
Ojou-sama.
[Berakting. Bagaimana cara kerjanya?]
Aku menjelaskan secara detil.
[Ketika saya sedang bersama dengan
Ojou-sama, kami akan diculik oleh orang jahat yang berasal dari suatu keluarga
tertentu. Saya akan menggunakan bahasa, matematika, dan sihir untuk melarikan
diri bersama dengan Ojou-sama, dan kembali ke mansion ini dengan kekuatan kami
sendiri.]
Setelah mendengar kata-kata yang aku
ucapkan, Philip terdiam untuk beberapa saat, namun ia dengan cepat memahami
plot dari ceritaku dan mengangguk.
[Dengan kata lain, kamu ingin agar
dia sendirilah yang mengambil inisiatif untuk belajar. Menarik. Tapi apakah
semuanya akan berjalan dengan mulus?]
[Saya pikir itu akan memiliki
kesempatan berhasil yang lebih tinggi daripada metode yang digunakan oleh
orang-orang dewasa untuk mengajari Ojou-sama.]
Sebuah plot yang biasanya terjadi di
dalam anime dan manga.
Setelah menyaksikan atau mengalami
insiden seperti itu, seorang anak yang membenci buku akan menyadari betapa
pentingnya belajar bagi dirinya sendiri.
Meskipun kejadian itu sudah di atur
dari balik layar.
[Yang barusan kamu katakan itu,
apakah itu adalah metode untuk menguasai para wanita yang diajarkan oleh Paul
kepadamu?]
[Tidak. Sekalipun ayah tidak
melakukan itu, dia masih tetap sangat populer.]
[Pf…… Pfftt……]
Philip mendengus menahan tawanya.
[Benar juga. Orang itu memang selalu
beruntung dalam hal wanita. Bahkan sekalipun dia hanya berdiam diri, akan ada
wanita yang datang mendekatinya.]
[Siapapun yang dikenal oleh ayah
sepertinya tertarik kepadanya. Bahkan Ghyslaine yang disana sepertinya juga
merupakan salah satu dari mereka.]
[Ah. Itu benar-benar sesuatu yang
membuat orang lain merasa iri.]
[Saya khawatir ayah saya akan
menyentuh teman saya yang ada di desa Buina.]
Setelah aku mengucapkan itu, aku
mulai benar-benar khawatir.
5 tahun kemudian, dia akan tumbuh
menjadi besar.
Ketika aku kembali, Sylphy telah
menjadi salah satu ibuku. Oh my god.
[Kamu tak usah mengkhawatirkan itu.
Paul hanya tertarik dengan wanita yang “besar”.]
Philip melihat ke arah Ghyslaine
yang berdiri di pojokan sembari mengatakan itu.
[O, oh.]
Aku melihat ke arah Ghyslaine. Dia
besar.
Zenith dan Lilia juga besar.
Apa yang aku maksud dengan besar?
Tentu saja, payudara mereka.
[Kalau hanya 5 tahun, harusnya sih
tak ada masalah. Orang dengan darah campuran elf. Sekalipun mereka tumbuh
dewasa, mereka tak akan jadi terlalu ‘besar’. Dan juga, aku pikir Paul tak akan
bersikap segila itu.]
Begitukah?
Dan orang ini ternyata tahu kalau
Sylphy adalah seorang elf.
Kalau begitu, untuk jaga-jaga, aku
akan menganggap semua hal yang pernah terjadi di desa Buina, telah
diinvestigasi secara menyeluruh.
[Haruskah aku bertanya, “Apa kau
akan mencoba untuk merayu putriku”?]
[Apa yang sebenarnya anda
khawatirkan dari anak berusia 7 tahun?]
Itu benar-benar sangat tidak sopan.
Aku tidak akan melakukan apapun. Palingan, si tuan putri yang bakal jatuh cinta
kepadaku. (Aku yang akan menuntun skenarionya).
[Tapi kalau dilihat dari surat yang
ditulis Paul, kamu terlalu banyak bermain dengan teman perempuanmu di desa,
sampai-sampai dia harus memaksamu untuk pergi kemari. Bahkan aku pun berpikir
kalau itu hanyalah gurauan belaka, tapi setelah mendengar rencana yang barusan
kamu ajukan, aku rasa kekhawatiran Paul itu ada benarnya.]
[Saya hanya berteman dengan Sylphy.]
Dan aku ingin membesarkan temanku
satu-satunya itu menjadi gadis yang menurut padaku.
------ Sekalipun kau merobek-robek
mulutku, kalimat itu tidak akan pernah aku ucapkan.
Ada beberapa hal yang tidak perlu
diucapkan, dan tidak harus diucapkan.
[Yah, baiklah. Tidak akan ada
kemajuan kalau kita hanya bicara terus menerus. Aku akan mengijinkanmu untuk
menemui putriku. Thomas, bawa dia kemari!]
Philip berdiri saat ia selesai
mengucapkan itu.
Dan seperti itu lah, aku bertemu
dengan dia.
--- Cewek yang satu ini benar-benar angkuh.
Pertama kali aku melihatnya, aku
langsung mendapat kesan seperti itu.
Dia 2 tahun lebih tua dariku. Ujung
kedua matanya diangkat, dan memiliki rambut bergelombang.
Warna rambutnya merah menyala. Rasanya
seperti dilukis dengan cat berwarna merah.
Dua kata. Sangat eksplosif.
Mungkin nantinya dia akan menjadi
sangat cantik, tapi kebanyakan cowok akan berpikiran [Mustahil aku bisa bersama
dengan dia].
Mungkin kalau cowoknya M…… Nah.
Sepertinya cowok serendah itu juga tidak akan mau.
Pokoknya, aku pikir dia itu
berbahaya.
Seluruh sel yang ada di tubuhku
berteriak, [Jangan dekati dia!].
[Senang bertemu denganmu. Namaku
Rudeus Greyrat.]
Tetap saja, aku tak bisa melarikan
diri.
Aku akan menggunakan ilmu yang
barusan aku pelajari.
[Hmph!]
Dia mengendus dengan gaya yang sama
seperti kakeknya.
Dia berdiri tegak dengan kedua
kakinya yang tertanam di tanah, dan menatapku dengan sikap merendahkan diriku.
Memandang rendah dari posisi yang lebih tinggi.
Dia lebih tinggi dariku.
Dia menunjukkan sikap yang
menyebalkan setelah melihatku, dan berkata:
[Apa-apaan? Bukannya dia lebih kecil
dari aku!? Orang seperti ini mau mengajariku, apa kau bercanda!?]
Blah blah blah. Harga diri yang ia
miliki sepertinya sangat tinggi.
Tapi aku tak bisa mundur begitu
saja.
[Aku pikir itu tidak ada hubungannya
dengan umur.]
[Apa kau bilang!? Berani kau melawanku
hah!?]
Suaranya benar-benar lantang.
Rasanya gendang telingaku mau pecah.
[Yang terpenting adalah aku bisa
melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan Ojou-sama.]
Setelah aku mengatakan itu, rambut
si Ojou-sama serasa berdiri tegak.
Aku tak pernah membayangkan kalau
ternyata kemarahan bisa dimaterialisasikan seperti itu.
Ini benar-benar mengerikan.
Guh. Sial. Kenapa aku harus takut
sama anak yang usianya saja belum mencapai 10?
[Apa? Sombong sekali kau. Apa kau
tak tahu siapa aku?]
[Kamu itu kakak sepupuku.]
Aku menyembunyikan rasa takutku dan
memberikan jawaban.
[Sepupu……? Apa itu?]
[Putrinya sepupunya ayahku. Bisa
dibilang kalau kamu adalah putrinya pamanku.]
[Omong kosong tak masuk akal apa
itu!]
Apa penjelasanku salah?
Yah, mungkin dengan menyebutkan nama
kerabat akan lebih mudah untuk menjelaskannya.
[Apa kamu pernah mendengar nama
Paul?]
[Mana pernah aku dengar nama seperti
itu!?]
[Benarkah?]
Aku merasa terkejut saat mengetahui
bahwa dia tidak mengetahui nama Paul.
Pokoknya, aku akan mengobrol
dengannya.
Kau harus terus bicara dengannya.
Dewa walkthrough(yg di game2 itu) pernah mengatakan itu.
Di saat aku memikirkan itu.
Ojou-sama mengangkat tangannya.
Pam!
[………Eh?]
Itu benar-benar terlalu mendadak.
Ojou-sama tiba-tiba memukulku.
Pikiranku agak sedikit bingung, dan
aku bertanya kepadanya.
[Kenapa kau memukulku?]
[Soalnya kamu itu sombong banget,
padahal lebih kecil dari aku!]
[Oh, begitu.]
Pipiku yang kena pukul terasa nyeri.
Itu benar-benar sakit……
Gambaran kedua. Kekerasan.
Aku benar-benar tak punya pilihan.
[Kalau begitu, aku akan membalas.]
[Hah!?]
Tanpa menunggu jawaban dari
Ojou-sama, aku menamparnya.
Pu!
Itu benar-benar terdengar aneh.
Mungkin karena aku tidak terbiasa
dengan menampar orang. Yah, biarkan sajalah. Asal tamparanku masih terasa
sakit.
[Kalau kau memukul orang, orang itu
akan merasa kesakitan.]
Apa kau paham sekarang -------? Saat
aku bersiap-siap untuk mengatakan itu, aku melihat Ojou-sama mengangkat
tinjunya dengan penuh amarah.
Raja Iblis. Gadis di depanku
benar-benar mirip dengan Raja Iblis.
Tanpa memberiku kesempatan untuk berpikir,
dia memukulku.
Aku pun oleng kebelakang, dan dia
masih lanjut menghajarku dengan tendangannya.
Seluruh tubuhku melayang kebelakang,
setelah kakinya menghantam dadaku.
Momen berikutnya, dia menindihku.
Kedua tanganku ia kunci dengan kedua
kakinya.
A, ara? Aku tak bisa bergerak?
[Tunggu, hey.]
Suaraku yang terdengar canggung
ditenggelamkan oleh teriakan amarah Ojou-sama.
[Kau ternyata benar-benar berani
menyerangku ya! Aku akan membuatmu menyesal!]
Pukulan demi pukulan melayang ke
arahku.]
[Ow, owww, h, hentikan, eh, jangan,
hentikan itu.]
Setelah pukulan kelima, aku akhirnya
menggunakan sihir dan melarikan diri dari tindihannya.
Aku memegangi kakiku yang gemetaran
dan berusaha untuk berdiri. Kemudian aku mengangkat kedua tanganku, dan bersiap
untuk menggunakan sihir untuk melawan Ojou-sama.
Aku menggunakan sihir gelombang
angin dan mengarahkannya ke wajah Ojou-sama.
[…… Tak, bisa, DIMAAFKAN!!]
Wajah Ojou-sama terkena langsung
oleh seranganku, tapi dia tak berhenti untuk sesaatpun, dan malah lari
menghampiriku seperti monster.
Setelah melihat ekspresi itu, aku
sadar kalau aku telah membuat kesalahan.
Aku buru-buru melarikan diri dengan
pontang-panting.
Itu bukan Ojou-sama yang angkuh.
Itu lebih seperti protagonis manga
berandalan.
Mungkin aku bisa menggunakan sihir
untuk menghajarnya tanpa ampun.
Tapi dia pasti tidak akan mau
mendengarkanku.
Dan setelah Ojou-sama itu kembali
sadar, dia pasti akan mencariku untuk membalas dendam.
Aku bisa terus menggunakan sihir
untuk mengalahkan dirinya tiap kali dia menyerangku.
Tapi dia tak akan menyerah.
Dan dia berbeda dari seorang
protagonis dalam sebuah cerita. Tak peduli seberapa liciknya itu, dia pasti
akan menggunakan segala cara untuk membalaskan dendamnya.
Seperti, melemparkan vas dari lantai
dua, atau bersembunyi di pojokan dan tiba-tiba menebasku dengan pedang kayu.
Dia akan menggunakan segala cara
yang tersedia, dan membalasku 10x lebih parah dari apa yang aku lakukan
terhadapnya.
Dan dia tak akan menunjukkan rasa
ampun.
Ei, ini bukan gurauan, aku tak bisa
menggunakan healing magic kalau aku tidak merapal manteranya.
Dan kalau pertarungan ini belum
berakhir, dia tak akan mau mendengarkanku.
Menggunakan kekerasan melawannya.
Itu bukanlah opsi yang bisa aku
pilih untuk saat ini.
Kemudian, kita pun kembali ke awal
cerita.
Setelah itu, Ojou-sama merasa bosan
dan berhenti mencariku, lalu kembali ke kamar tidurnya.
Dia tidak menemukanku.
Tapi dia nyaris saja berhasil. Saat
iblis berambut merah itu berjalan dihadapan mataku, aku tak bisa merasakan
kalau sebenarnya aku ini masih hidup. Aku tak pernah membayangkan bahwa akan
tiba waktu dimana aku akan merasakan pengalaman yang biasa didapat oleh
protagonis dari film horror.
Saat aku kembali ke Philip dengan
kondisi lemas, ia tersenyum kecut kepadaku.
[Bagaimana?]
[Tidak ada yang berhasil.]
Aku setengah menangis saat
memberikan jawaban itu.
Saat aku dipukul olehnya, aku hampir
mengira kalau aku bakal dibunuh. Saat aku melarikan diri, aku nyaris menangis
tersedu-sedu.
Aku belum pernah mengalami perasaan
seperti itu untuk waktu yang begitu lama, dan kalau aku pikir-pikir soal kenapa
aku bisa mengingat perasaan seperti itu, itu berarti dulu aku pernah mengalami
sesuatu seperti ini sebelumnya.
Meski begitu, ini bukanlah trauma
psikologis.
[Kalau begitu, apa kau akan
menyerah?]
[Tidak.]
Aku masih belum melakukan apa-apa.
Kalau aku menyerah begitu saja,
bukannya itu artinya kalau aku dipukul sia-sia?
[Saya mohon bantuan anda.]
Aku menundukkan kepalaku dihadapan
Philip.
Aku harus menanamkan arti
sesungguhnya dari terror kepada hewan buas itu.
[Aku mengerti. Thomas, pergilah dan
persiapkan rencana itu.]
Philip memberikan instruksi kepada
si butler, yang kemudian pergi meninggalkan ruangan.
[Tapi omong-omong, ide yang kamu
pikirkan itu benar-benar menarik.]
[Benarkah?]
[Ya, kamu adalah satu-satunya
diantara para tutor yang kami pekerjakan yang mampu membuat rencana sebesar
itu.]
[……… Apa anda pikir rencana itu akan
berhasil?]
Aku merasa sedikit gelisah.
Bisakah aku menjinakkan si Ojou-sama
dengan trik-trik murahan?
Philip mengangkat bahunya.
[Sukses atau tidaknya, tergantung
usahamu.]
Dia benar.
Dengan itu, rencananya pun mulai di
eksekusikan.
***
Aku memasuki kamar yang sudah
disediakan untukku, dan sepertinya kamar itu dipenuhi dengan barang-barang yang
sangat mewah. Kasur yang begitu besar, furnitur yang di desain dengan intrik, bingkai
jendela yang indah, dan lemari buku modern.
Kalau saja aku punya minuman bersoda
dan komputer, aku bisa hidup menganggur dengan bahagia di sini untuk seumur
hidupku.
Ini adalah kamar yang bagus.
Mungkin karena aku memiliki nama
Greyrat, jadi mereka menyediakan kamar yang khusus untuk aku tinggali, dan
bukan kamar pembantu biasa.
Omong-omong soal pembantu. Aku tak
tahu kenapa, tapi ada begitu banyak maid yang berasal dari ras hewan.
Di negara ini, aku dengar ras demon
didiskriminasi. Apa ras hewan termasuk dalam pengecualian?
[Haa……… Sialan kau Paul. Kau
ternyata mengirimku ke tempat yang gila seperti ini.]
Aku duduk lemas di kasur, sambil
memegangi kepalaku yang terasa sakit.
Tempat yang terkena pukulan masih
terasa nyeri.
Aku membaca mantera untuk
menggunakan healing magic, dan menyembuhkan luka itu.
[Tapi, dibandingkan dengan
kehidupanku yang sebelumnya, ini masih bagus.]
Proses pengusiranku dari rumah
memang sama-sama menggunakan kekerasan, tapi kali ini ada yang berbeda, dan aku
tak perlu mondar mandir tanpa tujuan di jalanan. Perbedaan yang menyeluruh.
Paul sudah mengatur hidupku dengan
baik. Sebuah pekerjaan dan tempat untuk ditinggali. Dan juga, bukannya aku
mendapat uang saku? Itu benar-benar tingkat kepedulian yang menakjubkan. Kalau
saja saudara-saudaraku bisa melakukan ini di kehidupanku yang dulu, mungkin aku
bisa kembali ke jalan yang benar.
Membantuku mencari pekerjaan,
menyediakan tempat tinggal untukku, dan memberiku perhatian, dan tidak
membiarkanku lari……
Tidak, itu masih belum cukup.
Pengangguran berusia 34 tahun tanpa
sedikitpun pengalaman bekerja. Mereka tak punya pilihan lain selain
mengabaikanku.
Ditambah lagi, sekalipun mereka
tiba-tiba melakukan hal seperti itu, aku hanya akan marah. Aku mungkin tidak
akan mau bekerja.
Memisahkanku dari kekasihku
(komputer), aku mungkin akan bunuh diri.
Hal seperti itu baru bisa dilakukan
sekarang.
Pekerjaan yang sudah aku dapatkan,
dan determinasiku untuk mencari uang. Aku yang sekarang.
Sekalipun aku diusir secara paksa,
Paul memilih timing yang sangat pas. Aku mungkin saja akan menyalahkan Paul.
Tapi apa-apaan yang aku hadapi sekarang ini? Makhluk yang ganas dan gila itu.
Ini adalah pertama kalinya dalam 40 tahun hidupku aku melihat sesuatu yang
seperti itu.
Simbol kekerasan.
Itu tadi nyaris membuatku mendapat
trauma. Aku hampir, atau mungkin kau sudah bisa menganggap kalau aku ngompol di
celana.
[Aku merasa, tak peduli seperti
apapun usahaku, dia bakal bersikap seperti orang gila.]
Bahkan rasanya dia hanya akan
memandangku sebagai [musuh] dan bersikap gila.
Bagi Ojou-sama, aku hanyalah target.
Aku akan dicabik-cabik.
[……… Jelas saja dia dikeluarkan dari
sekolah.]
Cara dia menyerang orang benar-benar
sudah seperti ahlinya.
Yang ia tunjukkan adalah cara untuk
menghajar orang. Tak peduli entah lawannya bisa atau tidak bisa membalas, dia
hanya akan menghajar mereka tanpa mempedulikan hal yang lain.
Sekalipun umurnya baru 9 tahun, cara
yang ia miliki untuk membuat orang merasa putus asa itu benar-benar terasah.
Bisakah aku membimbing orang seperti
dia?
Philip dan aku mendiskusikan masalah
itu.
Biarkan dia diculik, dan buat dia
merasakan keputusasaan.
Dan kemudian, aku akan menyelamatkan
dia. Dia pun kemudian akan menghormatiku, dan menuruti bimbingan yang aku
berikan.
Rencananya terdengar sederhana, tapi
aku tahu proses mendasarnya.
Jika dia melakukan sesuatu yang
tidak terduga, harusnya rencanaku tetap berjalan dengan mulus.
Tapi akankah rencanaku benar-benar
akan berjalan dengan mulus?
Tingkat kekerasan seperti itu
benar-benar di luar imajinasiku.
Menggunakan seluruh tenaga untuk
berteriak. Menggigit, dan kemudian mencabik-cabik mangsanya hingga menjadi
berkeping-keping.
Kekerasan yang mampu menenggelamkan
segalanya.
Kalau dia diculik, akankah dia
merasakan sesuatu?
Kalau aku menyelamatkan dia, akankah
dia menunjukkan ekspresi seperti, semuanya sudah ia perkirakan dan berkata, [Kenapa
kau tidak datang lebih cepat, sampah.]?
Mungkin saja.
Bagi Ojou-sama itu, hal seperti itu
mungkin saja terjadi.
Dia mungkin akan melakukan sesuatu
yang tidak terduga, dan aku harus memikirkan solusi untuk segalanya. Aku harus
menguatkan tekadku.
Tak peduli bagaimanapun caranya,
rencanaku tidak boleh gagal.
Aku terus menerus memikirkan itu.
Langkah-langkah untuk mensukseskan
rencana ini.
Tapi saat aku memikirkan itu,
pikiranku serasa seperti tenggelam kedalam rawa yang kelam.
[Oh Dewa, tolong berkahi aku agar
rencanaku bisa berhasil……]
Pada akhirnya aku hanya bisa berdoa.
Aku sama sekali tidak percaya pada
Dewa.
Tapi yah, seperti kebanyakan orang
Jepang yang lain, ketika ada sesuatu yang buruk yang menimpa kami, kami akan
memohon perlindungan dari Dewa.
Sambil mengucapkan sesuatu seperti,
“tolong buat aku sukses”.
Saat aku menyadari bahwa artefak
suciku (celana dalam) tertinggal di dalam kamarku, aku menangis.
Dewa ku (Roxy) tidak ada disini.
--Status--
Nama : Ojou-sama
Profesi : Cucu dari Lord kota Roa
Sifat : Galak
Kalau bicara dengannya : Tak mendengarkan
Bahasa: Hanya bisa menulis namanya sendiri
Matematika: Satu angka
Sihir: Secuilpun tidak bisa
Ilmu pedang: Teknik Sword-God tingkat Elementary
Nama : Ojou-sama
Profesi : Cucu dari Lord kota Roa
Sifat : Galak
Kalau bicara dengannya : Tak mendengarkan
Bahasa: Hanya bisa menulis namanya sendiri
Matematika: Satu angka
Sihir: Secuilpun tidak bisa
Ilmu pedang: Teknik Sword-God tingkat Elementary
Etik : Salam tipe
Boreas
Orang yang dia sukai: Kakek, Ghyslaine
Orang yang dia sukai: Kakek, Ghyslaine
Tidak ada komentar:
Posting Komentar