Sabtu, 06 Desember 2014

Mushoku Tensei 13


[Web Novel 13] Peran Sendiri

Saat aku sadar, aku menemukan bahwa diriku sedang berada di dalam gudang kecil yang kotor.

Cahaya matahari masuk melalui jendela yang dipasangi jeruji besi.

Seluruh tubuhku terasa sakit, dan setelah aku memastikan kalau tidak ada tulangku yang patah, aku mulai membaca mantra healing magic dengan suara rendah.

Kedua tanganku diikat dibelakang punggungku, namun itu bukan masalah yang berarti buatku.

[Baiklah.]

Aku sudah benar-benar pulih, dan pakaianku tidak compang-camping.

Bagus sekali. Strateginya berjalan dengan lancar.

Rencana untuk meyakinkan Ojou-sama adalah sebagai berikut:

1)      Pertama-tama, pergi ke toko pakaian bersama Ojou-sama.
2)      Karena sifat Ojou-sama sangatlah nakal, dia pasti ingin lari keluar dari toko sendirian.
3)      Biasanya Ghyslaine akan berada di samping Ojou-sama untuk menjaganya, tapi secara “kebetulan”, dia tidak akan menyadari Ojou-sama.
4)      Sekalipun aku mengikuti Ojou-sama, bagi dia, aku hanyalah bocah yang lebih lemah dari dirinya dan hanya bisa pasrah dihajar setelah bertengkar dengannya, jadi Ojou-sama tidak akan memperhatikanku sama sekali.
5)      Aku akan diperlakukan sebagai pengikut Ojou-sama, dan berjalan mengikuti Ojou-sama di area sekitar. Perlahan kami akan bergerak menuju tempat yang terisolasi di dalam kota (Sepertinya dia mengagumi adventurer).
6)      Pada saat itu, orang-orang jahat yang sudah di atur sebelumnya oleh keluarga Greyrat akan muncul.
7)      Mereka dengan mudah membuat aku dan Ojou-sama tidak sadarkan diri. Kemudian mereka akan menculik dan membawa kami untuk disekap di kota sebelah.
8)      Aku akan menggunakan sihir dan melarikan diri dari area tersebut.
9)      Menyadari bahwa kami sedang berada di kota lain.
10)   Menggunakan uang yang tersembunyi di celana dalamku untuk kembali ke Roa dengan menaiki kereta kuda.
11)   Menjadi guru Ojou-sama ketika kami sampai di rumah.

Hingga saat ini, rencananya sudah berjalan mulus sampai poin ke tujuh.

Yang harus kulakukan berikutnya adalah menggunakan sihir, pengetahuan, kecerdasan, dan keberanian untuk melarikan diri dari tempat ini dengan penuh gaya.

Untuk tetap membuat rencanaku tampak nyata, aku masih harus siap berimprovisasi.

Aku tak tahu apakah rencanaku akan berhasil, dan aku pun merasa sedikit gelisah……

[……Hm?]

Tapi tempat ini sedikit berbeda dari tempat yang sudah di atur sebelumnya.

Seluruh bagian gudang ini penuh dengan debu, dan dipojokan ruangan ada satu kursi rusak dan sebuah armor yang penuh dengan lubang.

Bukannya mereka bilang kalau tempatnya tidak akan lusuh……?

Yah, sekalipun ini cuman berakting, ada perlunya juga untuk menggunakan barang-barang yang asli. Terima sajalah.

[Urgh…… hmm……?]

Setelah beberapa saat, Ojou-sama juga sadar.

Ia membuka kedua matanya. Setelah menyadari bahwa dirinya sedang berada di tempat yang asing, dan mencoba untuk bangkit, ia menyadari bahwa kedua tangannya terikat di belakang punggungnya, dan pada akhirnya pun ia jatuh ke tanah dengan posisi seperti ulat.

[Apa-apaan ini!?]

Ojou-sama, setelah sadar bahwa dirinya tidak bisa bergerak, mulai bersuara.

[Berhenti main-main denganku! Apa kalian tidak tahu siapa aku ha!? Lepaskan aku!]

Teriakan yang buruk. Aku pernah memikirkan ini sebelumnya di mansion, tapi dia sama sekali tak pernah mencoba untuk mengontrol suaranya.

Apa mungkin dia sengaja melakukan itu agar teriakannya bisa terdengar di seluruh mansion yang luar biasa besarnya itu?

Tidak, mungkin dia tidak pernah memikirkan itu sama sekali. Kakeknya Ojou-sama, si Lord, juga merupakan tipe orang yang menggunakan suara lantang untuk memberikan tekanan terhadap orang lain. Si kakek menggunakan suaranya untuk mengintimidasi baik para pembantu maupun Philip, dan Ojou-sama pasti sudah menyaksikan itu berulang kali.

Anak-anak suka meniru hal lain, khususnya hal yang buruk.

[Kau itu terlalu ribut, bocah sialan!]

Saat Ojou-sama membuat keributan, pintu gudang terbuka dengan kasar, dan ada seorang pria yang masuk.

Ia mengenakan pakaian jelek. Seluruh tubuhnya bau, dengan wajah yang penuh dengan janggut, dan kepalanya gundul.

Kalau dia memberikan kartu nama bertuliskan “Bandit”, itu akan memberikan efek yang lumayan meyakinkan.

Aktingnya lumayan bagus. Sekarang aku tak perlu khawatir kalau aktingku akan ketahuan.

[Kau bau. Jangan dekati aku. Kau benar-benar bau! Apa kau tak tahu siapa aku? Ghyslaine akan segera datang dan membelahmu jadi dua!]

Bam.

Dengan bunyi yang kedengarannya begitu menyakitkan, pria itu menendang Ojou-sama.

Ojou-sama pun mengeluarkan suara yang harusnya tak akan pernah terdengar dari mulut seorang wanita.

Seluruh tubuhnya melayang, dan akhirnya menabrak tembok dengan lumayan keras.

[Sialan kau! Ngapain kamu sok-sok an begitu hah!? Aku tahu kalau kalian berdua itu cucunya Lord!]

Pria itu tanpa ampun menginjak-injak Ojou-sama yang tak bisa bergerak, yang kedua tangannya terikat di belakang punggungnya.

Hey, bukannya ini terlalu berlebihan?

[Ow…… Sakit sekali….. Hentikan…… Ah…… Berhenti…… Ow…… Cukup……]

[Tch.]

Pria itu menendangi Ojou-sama selama beberapa saat dan akhirnya meludah meludah ke wajah Ojou-sama. Kemudian ia berbalik dan melotot ke arahku. Saat aku menghindari tatapannya, sesaat berikutnya wajahku terkena tendangan keras, dan aku pun melayang.

[…… Ouch!]

Itu benar-benar sakit. Sekalipun ini cuma bohong-bohongan, bisa tidak kamu jangan menendangku sekeras itu?

Yah, sekalipun aku memikirkan itu, toh aku bisa menggunakan healing magic untuk menyembuhkan luka.

[Hmph! Pakai sok-sok an merasa senang pula…..!]

Kemudian, pria itu keluar dari gudang.

Saat dia melewati pintu, aku mendengar percakapan antara pria itu dengan orang lain.

[Sudah beres?]

[Ya.]

[Kamu tidak membunuhnya kan? Kalau kamu terlalu banyak melukainya, uang yang kita dapat juga akan berkurang.]

Apa? Percakapan mereka benar-benar aneh.

Kalau itu cuma akting yang hebat sih…… tidak apa-apa, tapi aku kok merasa situasinya bukan seperti itu.

Mungkinkah ini, kau tahu, itu?

[Memang kenapa? Lagipula bayarannya juga tidak terlalu banyak. Asal anak laki-laki itu masih hidup juga rasanya tidak masalah.]

Hei, ini sama sekali tidak bagus.

[……]

Setelah aku tidak bisa lagi mendengar suara mereka, aku menghitung selama 300 detik penuh, dan membakar tali yang mengikat tanganku dengan sihir api, kemudian bergerak menghampiri Ojou-sama.

Hidung Ojou-sama masih meneteskan darah. Tatapan matanya tampak tidak fokus, dan mulutnya terus-terusan menggumamkan sesuatu.

Saat aku mendengarkan itu dari dekat, yang ia gumamkan adalah sesuatu seperti, tak bisa dimaafkan atau apalah, aku akan protes kepada kakek atau apalah, dan setelahnya, beberapa kalimat berbahaya yang sebenarnya tidak pantas untuk didengarkan.

Pokoknya, pertama-tama aku akan memeriksa dan menastikan luka di tubuh Ojou-sama dengan tanganku sendiri.

[Ahhh!]

Ojou-sama menatap ke arah kedua mataku, dan gemetaran, sepertinya dia merasakan rasa sakit yang tersebar di seluruh tubuhnya.

Aku menggunakan satu jari untuk menutup bibirku, dan memberinya sinyal agar dia bisa diam.

Aku memastikan posisi luka-luka yang ia derita dari reaksi yang ia tunjukkan.

Dua tulangnya ada yang patah.

[Oh dewi yang maha pengampun, tolong sembuhkanlah luka yang ada pada dirinya, dan biarkan dia pulih dengan raga yang sehat.]

Dengan suara pelan aku merapal mantera untuk healing magic tingkat intermediate, dan menyembuhkan luka-luka yang ada di tubuh Ojou-sama.

Keefektifan healing magic tidak bertambah sekalipun aku mengerahkan lebih banyak mana saat menggunakannya. Jadi aku tak tahu apakah sihirku mampu memulihkan Ojou-sama secara sempurna.

Aku harap tulang-tulangnya tidak salah posisi……

[Eh? Ehhh? Tidak sakit lagi……]

Ojou-sama memandang tubuhnya dengan terkejut.

Aku mendekat dan berbisik di telinganya.

[Shh. Jangan ribut-ribut. Tulangmu tadi ada yang patah, dan aku barusan menggunakan healing magic. Ojou-sama, sepertinya kita diculik oleh orang-orang jahat. Mereka adalah musuh bebuyutannya Lord. Langkah kita berikutnya adalah……]

Ojou-sama sama sekali tidak mendengarkan ucapanku.

[Ghyslaine! Ghyslaine, selamatkan aku! Mereka akan membunuh kami! Cepat selamatkan aku!]

Aku buru-buru menyembunyikan tali yang kubakar di balik bajuku, dan lari ke pojokan ruangan. Punggungku menghadap tembok, dan aku menyembunyikan kedua tanganku di belakang punggungku, dan berakting layaknya kedua tanganku masih terikat.

Gara-gara Ojou-sama beteriak sekuat tenaga, pria yang tadinya sudah keluar pun kembali masuk ke dalam gudang.

[Diam!]

Dan dia kembali menendangi Ojou-sama, bahkan dengan durasi yang lebih lama dari sebelumnya.

Aku benar-benar kehabisan kata-kata melihat kemampuan belajar Ojou-sama.

[Sialan kau. Ingat, kalau kau berani teriak lagi, aku akan membunuhmu!]

Aku bahkan ditendang dua kali.

Aku sama sekali tidak melakukan apa-apa. Tolong jangan tendang aku. Aku benar-benar mau menangis……

Aku memikirkan itu sambil bergerak mendekati Ojou-sama.

[Urgh……… Uuuu……]

Ini benar-benar kelewatan.

Aku tidak begitu yakin soal apa yang terjadi terhadap tulang-tulangnya, tapi dilihat dari muntahan darah yang begitu banyak, sepertinya ada organ tubuh yang pecah. Semua tulang yang ada di kedua tangan dan kakinya patah.

Aku memang tidak terlalu paham soal medis, tapi kalau dia dibiarkan begitu saja, dia mungkin akan mati, ya kan?

[Biarkan kuasa Tuhan diubah menjadi rejeki yang melimpah, dan diberikan pada orang yang telah kehilangan kekuatan mereka agar bisa bangkit sekali lagi, HEALING]

Pokoknya, aku akan menggunakan healing magic tingkat elementary terlebih dahulu untuk sedikit menyembuhkan Ojou-sama.

Sekarang Ojou-sama sudah tidak muntah darah lagi, dan dia sudah tidak memiliki resiko untuk tewas…… mungkin.

[Uuu… M-masih terasa sakit, b-bantu sembuhkan aku…… Ah.]

[Tidak mau. Lagipula kalau kamu pulih, nantinya kamu bakal ribut sendiri, terus ditendangi lagi, benar kan? Silahkan gunakan sihirmu sendiri.]

[B-bagaimana caranya aku bisa melakukan…… itu?]

[Kalau kamu mau mempelajari itu sebelumnya, sekarang pasti kamu sudah bisa melakukan itu.]

Aku melontarkan kalimat seperti itu, dan berjalan ke arah pintu.

Kemudian aku menempelkan telingaku di pintu agar aku bisa mendengarkan apa yang mereka ucapkan.

Semakin aku memikirkan ini, semakin aku menyadari kalau situasi ini benar-benar aneh. Bagaimanapun juga, menghajar Ojou-sama sampai dia sekarat itu benar-benar kelewatan.

[Kalau begitu, apa kita akan menjual mereka ke orang yang sebelumnya itu?]

[Tidak. Lebih baik kalau kita minta tebusan.]

[Bagaimana kalau nantinya kita tertangkap?]

[Tidak masalah. Kita akan pergi ke negara lain.]

Dilihat dari percakapan itu, mereka benar-benar berencana untuk menjual kami.

Meminta bantuan kepada seseorang yang familiar untuk berpura-pura menyerang si gadis, dan pada akhirnya, malah bertemu penculik yang asli. Perkembangan seperti itu?

Sejak kapan rencanaku menjadi kacau? Apakah orang yang seharusnya menculik kami malah diincar oleh mereka? Apakah sejak dari awal mereka sudah mengincar kami? Atau apakah Philip memang memiliki niat untuk menjual anaknya?

Kemungkinan yang terakhir itu tidak benar-benar mungkin……

…… Ya sudahlah. Aku tak akan memikirkan itu sekarang. Bagaimanapun juga, hal yang akan aku lakukan mulai dari sekarang tidak benar-benar berubah.

Cuma kekurangan keselamatan, itu saja.

[Daripada dijual, uang dari tebusan pasti lebih tinggi kan?]

[Pokoknya, lebih baik kita membuat keputusan sebelum malam tiba.]

[Tak peduli pilihannya yang mana, keduanya sama-sama menguntungkan.]

Sepertinya mereka sedang berdiskusi soal apakah mereka akan menjual kami atau meminta tebusan dari Lord. Dan sepertinya mereka berencana untuk pergi dari sini di malam nanti.

Kalau begitu, lebih baik aku mulai bergerak selagi hari masih cerah.

[Baiklah.]

Tapi, apa yang harus aku lakukan?

Dobrak pintu dan menaklukkan para penculik? Setelah menghajar para penculik hingga babak belur, Ojou-sama akan menghormatiku……

Tapi aku tidak merasa kalau hal seperti itu akan terjadi.

Aku lebih merasa kalau dia sendiri akan menang melawan para penculik, kalau bukan karena kedua tangannya yang diikat.

Dan pada akhirnya, dia akan berpikir kalau kekerasan adalah satu-satunya cara. Itu tidak boleh.

Aku harus mengajarinya bahwa menggunakan kekerasan itu tidak ada untungnya, karena kalau tidak, di masa depan nanti aku akan sering di hajar olehnya.

Aku harus membuatnya merasa putus asa.

(……Ah, lagipula, bisa jadi aku tidak bisa mengalahkan para penculik itu.)

Aku sangat yakin kalau aku akan kalah kalau para penculik itu sama kuatnya dengan Paul.

Kalau begitu, aku pasti akan terbunuh. Aku yakin itu.

Baiklah. Begini saja, tanpa membuat kontak dengan para penculik, kami akan melarikan diri dari tempat ini.

Aku melihat ke belakang dan memeriksa kondisi Ojou-sama.

Dia melotot ke arahku dengan penuh amarah.

Hm.

Pokoknya, aku akan melaksanakan tugasku terlebih dahulu.

Pertama-tama, aku akan menggunakan tanah untuk menyegel celah yang ada di pintu. Kemudian, aku akan menggunakan sihir api untuk perlahan melelehkan tanah yang sudah aku munculkan sebelumnya, agar pintunya tidak bisa bergerak.

Sekarang pintu itu sudah tidak bisa dibuka, tapi tetap saja pintu itu akan hancur kalau ditendang atau didobrak dengan keras. Ini cuma jaga-jaga.

Setelah itu, aku bergerak menghampiri jendela. Sekalipun aku mempertimbangkan untuk fokus dan melelehkan salah satu jeruji besi dengan sihir api, aku pikir nanti rasanya akan terlalu panas, dan aku pun mengabaikan ide tersebut.

Setelah mencoba berbagai solusi yang berbeda-beda, aku menggunakan sihir air dan mengubah tanah yang ada di sekeliling jendela menjadi lumpur, dan berhasil melepas semua jeruji besi yang ada. Lubang jendelanya cukup besar untuk dilalui oleh anak kecil.

Dengan begitu, rute untuk melarikan diri sudah terjamin.

[Ojou-sama, sepertinya kali ini kita telah diculik oleh musuh bebuyutannya Lord, dan setelah berdiskusi, mereka memutuskan untuk menungu hingga malam tiba untuk membawa rekan mereka kemari untuk menyiksa kita sampai mati.]

[Kamu b…… bohong…… iya kan?]

Tentu saja aku bohong.

Tapi wajah Ojou-sama langsung menjadi pucat pasi.

[Aku masih belum mau mati, jadi aku mau kabur sendiri…… Selamat tinggal.]

Aku beranjak dan berjalan menuju lubang jendela yang jeruji besinya sudah aku lepaskan.

Pada saat itu, ada suara yang datang dari arah pintu.

[Hey, kenapa pintunya tidak mau dibuka!? Apa-apaan ini!?]

Benturan-benturan keras datang dari sisi lain pintu.

Ojou-sama, yang memutar kepalanya dan melihat ke arah pintu dengan wajah yang penuh ketakutan dan keputusasaan, melihat ke arahku lagi, dan berulang kali mengulangi kalimat ini:

[Ah…… J, jangan tinggalkan aku…… Selamatkan aku……]

Ara, cepat sekali kamu menenangkan diri. Itu sebuah kejutan buatku.

Jadi bahkan Ojou-sama pun akan merasa ketakutan bila dihadapkan dengan situasi seperti ini.

Aku segera berjalan menghampiri Ojou-sama dan berbisik di dekat telinganya.

[…… Sebelum kita sampai di rumah, kamu harus mendengarkan seluruh perkataanku. Bisakah kamu berjanji untuk melakukan itu?]

[Mendengar, um, aku akan mendengarkanmu, oke……?]

[Bisakah kamu berjanji untuk tidak berteriak? Ghyslaine tidak ada di sini.]

[Aku janji, aku janji…… C, cepat, masuk…… mereka, masuk……!]

Ojou-sama mengangguk tegas.

Ketakutan dan kegelisahan tampak jelas di wajahnya. Benar-benar berbeda dari saat ia menghajarku.

Yang paling penting adalah agar dia merasakan bagaimana rasanya kalau dia dihajar tanpa bisa membalas.

[Kalau kamu melanggar janjimu, aku pasti akan meninggalkanmu.]

Aku mengucapkan kalimat yang terdengar sedingin mungkin, sambil mengubur pintu gudang dengan sihir tanah.

Kemudian aku membakar tali yang mengikat Ojou-sama dengan menggunakan sihir api, dan menyembuhkan luka Ojou-sama secara menyeluruh dengan healing magic intermediate.

Setelahnya, aku memanjat ke jendela dan menarik Ojou-sama agar ia bisa mengikutiku.

***

Setelah memanjat keluar dari gudang, aku menemukan bahwa saat ini kami sedang berada di kota lain.

Tidak ada tembok-tembok besar. Paling tidak, ini bukan Roa.

Ukuran kota ini tidak sekecil desa, tapi masih berada di kategori kota kecil. Kalau aku tidak segera melanjutkan rencanaku, para penculik itu akan segera menemukan kami.

[Phew, aku pikir kita akan baik-baik saja kalau kita sudah melarikan diri sampai disini.]

Ojou-sama mulai bicara dengan suara yang lumayan keras. Apa dia berpikir kalau sekarang dia sudah aman?

[Bukannya kamu berjanji untuk tidak bicara dengan suara keras sebelum kita sampai di rumah?]

[Hmph! Kenapa juga aku harus menepati janjimu!?]

Ojou-sama mengucapkan itu layaknya itu adalah hal yang paling wajar.

Bocah sialannnn.

[Oh? Kalau begitu, kita akan berpisah disini. Selamat tinggal.]

[Hmph!]

Ojou-sama mendengus dan tanpa mempedulikan aku mulai berbalik dan berjalan menjauhiku. Tepat pada saat itu, terdengar suara teriakan marah yang datang dari jauh.

[Bocah sialan! Kemana kalian lari hah!?]

Sepertinya mereka mendobrak pintu, memutuskan untuk memeriksa jendela untuk melihat situasinya, melihat bahwa jeruji besinya sudah hilang, dan menyadari bahwa kami telah melarikan diri, dan langsung mencari kami. Harusnya sih situasinya seperti itu.

[…… Ahhh.]

Ojou-sama berteriak lemas, dan segera lari menghampiriku kembali.

[A-aku cuma bercanda barusan. Aku tidak akan bicara dengan suara keras lagi. Bawa aku kembali pulang ke rumah.]

[Aku bukan pembantunya Ojou-sama, dan aku bukan budak.]

Aku sedikit jengkel dengan sikapnya yang suka merendahkan orang lain itu.

[A, apa, bukannya kamu guru privatku?]

[Sepertinya ada salah paham disini.]

[Eh?]

[Ojou-sama bilang kalau kamu tidak merasa puas denganku, jadi aku belum dipekerjakan secara resmi.]

[A, aku akan mempekerjakanmu……]

Saat mengatakan itu, dia memalingkan kepalanya ke satu sisi, layaknya dia sangat enggan untuk menerimaku.

Aku harus membuat janji yang pasti dengannya.

[Sekarang kamu bilang begini. Tapi setelah kamu sampai di mansion, kamu akan melanggar janjimu seperti barusan ini, yak an?]

Aku menggunakan suara yang paling dingin dan keji yang bisa aku keluarkan dari tenggorokanku.

Tanpa menunjukkan satupun emosi, aku mengucapkan itu dengan datar.

Tapi nada bicaraku berkata bahwa kamu tidak akan pernah memenuhi janji itu.

[Tidak, aku tidak akan melanggar janji itu…… Tolong, selamatkan aku……]

[Kalau kamu janji untuk tidak bicara dengan suara keras dan mendengarkan apapun yang aku katakan, kamu boleh mengikutiku.]

[A, aku mengerti.]

Ojou-sama mengangguk dengan patuh.

Bagus sekali.

Kalau begitu, aku akan melakukan langkah selanjutnya.

Pertama-tama, aku mengeluarkan 5 Koin Tembaga Besar Asura dari celana dalamku, yang merupakan seluruh kekayaanku saat ini. Sebagai informasi, koin tembaga memiliki nilai 1/10 dari koin perak. Itu bukan jumlah yang mampu membuat orang merasa tenang. Tapi uang sebanyak itu harusnya sudah cukup untuk saat ini.

[Ikuti aku.]

Aku berjalan menjauh dari arah datangnya teriakan para penculik, dan pergi menuju pintu masuk kota.

Di sana, ada seorang penjaga yang bermalas-malasan di menara pemantau.

Aku memberikan 1 koin tembaga kepadanya.

[Kalau kamu melihat ada seseorang yang mencari kami, tolong katakan pada mereka kalau kami pergi keluar dari kota.]

[Huh? Apa? Anak-anak? Aku mengerti, tapi apa kalian sedang bermain petak umpet? Hmm, begitu banyak uang…… Apa kalian berasal dari keluarga bangsawan? Beneran dah……]

[Tolong lakukan itu.]

[Ahh. Aku mengerti.]

Aku merasa kalau dia menjawab dengan acuh tak acuh, tapi paling tidak dia akan memberikan lebih banyak waktu bagi kami untuk melarikan diri dari kejaran para penculik.

Kemudian kami langsung pergi menuju ke area tempat kereta kuda umum berada. Aku sudah mengkonfirmasikan biaya yang diperlukan untuk menaiki kereta kuda yang tertempel di tembok. Aku juga memeriksa lokasi kami saat ini.

[Ini adalah kota yang terletak disamping Roa, yang bernama Widin.]

Aku berbisik di telinga Ojou-sama, dan sepertinya kali ini dia menepati janjinya, karena dia membalas dengan berbisik kepadaku.

[Bagaimana kamu bisa tahu itu?]

[Bukannya ada tulisannya disana?]

[Aku tidak bisa membacanya……]

Bagus, bagus sekali.

[Akan lebih mudah kalau kamu bisa mengerti itu. Karena cara untuk menggunakan transportasi public juga tertulis disana.]

Serius dah. Kita dipindahkan kemari hanya dalam satu hari.

Datang ke kota asing benar-benar membuatku merasa tidak nyaman. Trauma ku hampir muncul kembali.

Tidak, tidak. Aku sekarang sudah berbeda dari saat aku bahkan tidak tahu dimana lokasi “Hello” berada.

Kalau dipikir-pikir, Paul terdengar seperti Hello di surat yang ia tulis.

Saat aku memikirkan hal yang bukan-bukan tersebut, aku merasa kalau teriakan para penculik makin mendekat.

[Bajingan kalian! Dimana kalian sembunyi!? Keluar sekarang juga!]

[Ayo sembunyi…!]

Aku menarik tangan Ojou-sama, sembunyi di belakang toilet di area tunggu, dan mengunci pintunya.

Langkah kaki dari luar terdengar dengan jelas.

[Kemana para bajingan itu pergi?]

[Jangan pikir kalian bisa melarikan diri!]

Woahhh, itu benar-benar menakutkan.

Bisa tidak kalian tidak membuat suara-suara seperti itu saat kalian sedang melakukan pencarian? Harusnya kalian paling tidak menggunakan suara yang lebih lembut. Bahkan mungkin saja aku akan terpancing. Sekalipun, hal seperti itu kebanyakan mustahil.

Akhirnya, suara itu terdengar semakin jauh. Aku bisa bersantai untuk beberapa saat.

Tapi aku tidak boleh ceroboh. Terkadang orang yang panik akan melakukan pencarian di tempat yang sama beberapa kali.

[…… K, kita akan baik-baik saja kan?]

Ojou-sama menutupi mulutnya dengan kedua tangannyayang gemetaran. Ia tampak sangat khawatir.

[Yah, kalau kita ketahuan, kita tinggal bertarung melawan mereka.]

[A, ah, begitu…… Baiklah……!]

[Tapi mungkin kita tidak bisa mengalahkan mereka.]

[E, eh, begitukah……]

Ojou-sama tiba-tiba kembali bersemangat, dan aku harus mengoreksi sikapnya itu.

Kalau dia tiba-tiba keluar dan melawan mereka, aku yang akan kewalahan.

[Tapi barusan, saat aku melihat harga yang dibutuhkan untuk naik kereta kuda, aku lihat kalau kita harus berganti kereta kuda sebanyak dua kali kalau kita berangkat dari sini.]

[……… Berganti?]

Ojou-sama menunjukkan ekspresi yang sepertinya berkata “memang kenapa?”.

[Kereta kuda yang pertama berangkat di jam 8 pagi, dan kereta kuda yang selanjutnya akan berangkat setiap 2 jam. Kondisi itu juga sama di kota-kota lain. Karenanya, berangkat dari sini membutuhkan waktu 3 jam. Dan sekarang, sebentar lagi adalah gilirannya kereta kuda yang keempat. Yang artinya……]

[Yang artinya?]

[Sekalipun kita sampai di kota selanjutnya, tidak akan ada kereta kuda yang pergi menuju Roa. Kita harus beristirahat semalam di kota selanjutnya.]

[!...... A, aku mengerti, ah.]

Ojou-sama tampak ingin berteriak, tapi pada akhirnya dia masih bisa menahan diri.

Berhati-hatilah. Jangan membuat suara-suara keras, oke?

[Aku punya 4 Koin Tembaga Besar Asura yang paling tidak bisa digunakan untuk pergi ke kota selanjutnya dari sini, beristirahat semalam di sana, dan dari sana berangkat ke Roa keesokan harinya.]

[Paling tidak…… tapi uangnya cukup kan?]

[Ya, memang cukup.]

Ojou-sama menghembuskan nafas lega.

Tapi sekarang bukan waktunya untuk bersantai.

[Itu, kalau kita tidak ditipu saat mengambil pengembalian.]

[Pengembalian?]

Apa itu? Ojou-sama menunjukkan ekspresi seperti itu.

Mungkin sebelumnya dia tidak pernah menggunakan uang yang ia miliki untuk membeli sesuatu.

[Bos yang ada di penginapan dan stasiun kereta kuda akan mengira kalau kita hanyalah anak-anak yang tidak bisa menghitung. Jadi, mereka mungkin tidak akan memberikan uang kembalian yang pas. Pada saat itu, kita bisa menunjukkan mana yang salah, dan mereka akan memberikan jumlah yang benar. Tapi kalau kita tidak bisa menghitung……]

[Apa yang akan terjadi kalau kita tidak bisa menghitung?]

[Maka kita tidak akan bisa menaiki kereta kuda, dan kita akan ditangkap oleh para penculik itu……]

Ojou-sama gemetaran lagi, seperti mau buang air kecil.

[Ojou sama, toiletnya berada tepat di sini.]

[A, aku mengerti.]

[Kalau begitu, aku akan keluar dulu.]

Saat aku hendak keluar dari kamar mandi, lengan bajuku ditarik.

[J-jangan pergi.]

Setelah dengan senang hati menyaksikan Ojou-sama buang air kecil, kami keluar dari toilet.

Sepertinya para penculik itu sudah pergi.

Aku tak yakin apakah mereka masih melanjutkan pencarian mereka di luar kota, atau di dalam kota.

Kalau kami ketahuan, aku hanya bisa menggunakan seluruh kemampuan sihirku untuk melumpuhkan mereka.

Aku berdoa dengan harapan aku bisa mengalahkan mereka, dan menunggu di pojokan pada waktu yang sama. Setelah waktunya tiba, kami menyerahkan uang kepada pengemudi dan menaiki kereta kuda.

***

Kami akhirnya sampai di kota selanjutnya.

Untuk menunjukkan kejamnya dunia kepada Ojou-sama, aku mencari tempat yang kumuh untuk beristirahat, dan tidur di atas jerami.

Ojou-sama tampak begitu gelisah, sampai-sampai dia tidak bisa tidur.

Tiap kali dia mendengar suara, dia akan duduk dan melihat ketakutan kea rah pintu. Setelah beberapa saat tidak menemukan apa-apa, dia akan menghembuskan nafas lega---- Melakukan proses itu berulang-ulang.

Di hari kedua, kami naik kereta kuda yang berangkat pertama.

Kedua mata Ojou-sama tampak begitu merah. Mungkin itu karena kekuarangan tidur, tapi dia tidak berani untuk menutup kedua matanya, dan terus mengamati bagian belakang kereta kuda dengan penuh waspada.

Beberapa kali, ada orang yang datang menyusul kereta kuda yang kami tumpangi, namun mereka bukanlah para penculik.

Mungkin mereka sudah jauh tertinggal. Mungkin mereka sudah menyerah.

Aku tidak terlalu serius memikirkan itu.

Setelah beberapa jam tanpa ada peristiwa penting yang terjadi, kami sampai di Roa.

Setelah melewati tembok-tembok kota yang kokoh dan meyakinkan, kami bisa melihat mansion dari jauh, dan di dalam hati aku langsung merasa aman.

Pemikiranku, tanpa aku sadari, sudah percaya bahwa posisi kami saat ini sudah aman.

Setelah turun dari kereta kuda, kami berjalan menuju mansion. Langkah kami cepat dan ringan. Setelah melakukan perjalanan dengan menggunakan kereta kuda dan tidur di atas jerami untuk pertama kalinya, aku juga merasa lelah.

Dan layaknya memanfaatkan kelemahan itu ---- Ojou-sama tiba-tiba ditarik masuk ke dalam salah satu lorong.

Terlalu ceroboh.

[……Eh?]

Aku baru menyadari itu setelah 2 detik berlalu.

Tatapanku hanya beralih selama 2 detik, dan dalam jeda waktu yang singkat itu, Ojou-sama menghilang.

Aku benar-benar mengira kalau dia lenyap begitu saja. Di pojok penglihatanku, aku melihat ada sobekan pakaian yang memiliki warna yang sama seperti pakaian yang dikenakan Ojou-sama di tembok.

Aku segera melakukan pengejaran.

Memasuki lorong, aku melihat ada figur dua orang yang sedang menggendong Ojou-sama.

[Hmph!]

Aku segera menggunakan sihir tanah untuk membuat tembok.

Dari tanganku, sihir yang aku keluarkan menciptakan tembok besar yang terbuat dari tanah yang muncul di hadapan mereka.

Mereka hanya bisa berhenti di jalan buntu, tepat di depan tembok tanah yang tiba-tiba muncul.

[Apa-apaan!?]

[Mmmph!]

Mulut Ojou-sama sudah mereka tutupi. Tampak air mata menetes dari kedua matanya.

Mampu menutupi mulut Ojou-sama dalam hitungan detik, mereka benar-benar ahli dalam hal ini.

Dan Ojou-sama tampak seperti habis menerima pukulan, wajahnya tampak memerah.

Lawanku adalah dua manusia, dan mereka berdua pria.

Salah satu dari mereka adalah orang kasar yang menendangku. Yang satunya mungkin adalah orang yang berdialog dengannya. Mereka berdua tampak seperti bandit, dan memiliki pedang di pinggang masing-masing.

[Oh, jadi si bocah. Padahal kau bisa diam-diam pulang ke rumah……]

Kedua orang itu terkejut melihat tembok yang tiba-tiba muncul, tapi setelah mereka melihatku, mereka tersenyum.

Tanpa peringatan, orang kasar yang menendangku berjalan menghampiriku.

Yang satunya menggendong Ojou-sama. Apa masih ada yang lain……?

Pokoknya, dengan niat untuk mengintimidasi mereka, aku mengeluarkan bola api kecil di ujung jariku.

[Apa? Bajingan!]

Melihat itu, si orang kasar menghunuskan pedangnya.

Pria yang satunya menjadi waspada, meletakkan pedangnya di leher Ojou-sama, dan mundur perlahan.

[Kau bocah sialan. Disini aku penasaran kenapa kau bisa bersikap begitu tenang, ternyata kau adalah penyihir pengawal…… Jelas saja kalian bisa melarikan diri dengan mudah. Sialan. Aku tertipu oleh penampilanmu! Apa kau berasal dari ras demon!]

[Aku bukan pengawal, aku belum dipekerjakan secara resmi.]

Sekalipun aku tidak berasal dari ras demon, aku tidak perlu mengoreksi itu.

[Apa? Kalau begitu kenapa kau menghalangi kami?]

[Seharusnya aku akan dipekerjakan setelah ini semua selesai.]

[Oh, jadi karena uang?]

Untuk uang.

Dia benar soal itu. Aku memang berniat untuk mendapatkan uang untuk membayar biaya universitas.

[Aku tidak akan menyangkal soal itu.]

Mulut orang kasar itu pun tersenyum setelah mendengar jawabanku.

[Kalau begitu, bantulah kami. Diantara para pelanggan kami, ada seorang bangsawan mesum yang ingin membeli gadis dengan status social tinggi. Kalau kita minta tebusan, itu juga mungkin. Aku dengar kalau gadis ini adalah putri kesayangan Lord yang ada disini. Mereka pasti akan menyediakan semua hal yang kita inginkan.]

[Oh……]

Aku menunjukkan respons tertarik, dan wajah Ojou-sama langsung menjadi pucat pasi.

Mungkin dia tahu kalau aku menjadi guru privatnya hanya untuk membayar biaya universitas.

[Kalau begitu, berapa banyak uang yang bisa kita dapat?]

[Tentu bukan jumlah kecil seperti 1 atau 2 koin emas per bulan, tapi 100 koin emas!]

Ucap orang kasar itu dengan penuh rasa bangga.

Sekalipun aku tidak tahu seberapa besar nilai itu sebenarnya, aku merasa orang itu seperti berkata, “Wow 1 juta dolar”. “Itu benar-benar menakjubkan bukan?” Dia itu mirip seperti anak TK.

[Hehehe. Bocah, kau mungkin kelihatan masih muda, tapi sebenarnya usiamu lumayan tinggi kan?]

[Hmm? Kenapa kamu memiliki pemikiran seperti itu?]

[Dengan sihir dan sikap tenang seperti itu, cukup dengan melihatnya saja kami sudah tahu. Ras demon punya orang dengan ciri-ciri seperti itu. Kau pasti merasa tidak nyaman dengan penampilanmu, ya kan? Yah, kau pasti tahu bukan, betapa pentingnya uang di dunia ini?]

[Oh begitu.]

Dari orang yang tidak tahu apa-apa, pasti dia akan berpikir seperti itu. Tapi benar, umur mentalku sudah lewat dari 40 tahun. Tebakanmu tepat sekali, tuan bandit yang hebat.

[Benar, hidup hingga mencapai usiaku kini, aku sangat menyadari betapa pentingnya uang. Aku bahkan pernah terlempar ke tanah asing tanpa dibekali uang sedikitpun.]

[Hehehe, jadi kau paham bukan?]

Sekalipun sebelum itu, aku hidup tanpa memiliki sedikitpun rasa kekhawatiran.

Hampir 20 tahun hidup pengangguran. Penuh dengan Eroge dan game di internet. Itu adalah separuh hidupku.

Dari situ aku mempelajari sesuatu.

Aku bisa mengkhianati Ojou-sama.

Atau, skenarioku dengan Ojou-sama bisa dimulai disini dengan cara membantunya.

[Karenanya, aku sangat paham kalau ada hal yang lebih penting daripada uang.]

[Jangan mengatakan kalimat yang sok suci seperti itu!]

[Itu bukan sok suci, kalian tak bisa membeli “Dere*” dengan uang!]
*(kasih sayang/mesra, dari kata tsundere/yandere, bayangkan ojou-sama bermesraan dengan rudy)
Oh sial. Aku keceplosan.

[Dere? Apa itu?]

Si orang kasar tampak kebingungan, tapi kenyataannya, negosiasi diantara kami telah gagal. Senyumnya yang menjengkelkan menghilang, dan dia menghunuskan pedangnya ke arah leher Ojou-sama dengan ekspresi serius.

[Kami punya sandera. Buang bola api yang ada di tanganmu!]

[……… Bisakah aku melemparnya ke udara?]

[Terserah, tapi jangan coba-coba untuk melemparnya ke arah kami. Sekalipun kau bisa bertindak dengan cepat, kau tetap tidak akan bertindak lebih cepat daripada pedang yang ada di tanganku. Aku akan menggorok leher pelacur ini dan menggunakannya sebagai perisai.]

Dia tidak menyuruhku untuk memadamkan bola apiku. Bukan, mungkin dia tidak tahu.

Saat membaca mantera, sihir yang keluar itu otomatis.

Dia tak akan memahami bagian ini kalau dia tidak pernah belajar sihir sebelumnya.

[Aku mengerti.]

Aku memanipulasi mana dari bola apiku sebelum menembakkannya.

Aku menciptakan bola api dengan tipe special, dan kemudian menembakkannya ke atas, ditemani dengan bunyi aneh.

Ledakan besar terjadi di udara.

[Huh!?]

[Apa!?]

[Mmmmph!?]

Bunyi ledakan yang memekakkan telinga terdengar dengan jelas. Di saat semuanya melihat ke atas, ada kilasan cahaya yang begitu terang, dan temperatur yang tampaknya mampu membakar kulit seseorang.

Aku mulai berlari.

Menyiapkan sihir sambil berlari, aku menciptakan dua tipe sihir yang paling sering aku gunakan.

Di tangan kanan adalah sihir angin [True Sonic Boom].

Di tangan kiri adalah sihir tanah [Rock Cannon].

Aku menembakkan kedua sihirku ke arah kedua penculik.

[Ahhh!]

True sonic boom mengenai pria yang menggendong Ojou-sama.

[Urgh!]

Ojou-sama terjatuh dari gendongan pria itu, dan aku berhasil menangkapnya dengan selamat. Tentunya dengan gaya seperti menggendong seorang putri.

[Tch! Jangan meremehkan aku!]

Aku menoleh ke arah penculik satunya, dan melihatnya mampu menebas batu yang aku tembakkan menjadi dua.

[Uwah……]

Anjrit. Dia ternyata mampu membelah batu ku. Sekalipun aku tidak tahu teknik seperti apa yang dia gunakan, tetap saja itu mengerikan. Kalau dia sama hebatnya seperti Paul, situasinya bakal jadi merepotkan. Aku mungkin tidak akan bisa menang melawan musuh seperti itu.

[Awawawa…..!]

Aku menggunakan melded magic angin dan api dan menciptakan gelombang kejut di dekat kakiku, dan melesat ke arah berlawanan.

Gelombang itu cukup kuat sampai membuatku merasa kalau tulang-tulang yang ada di kakiku retak semua.

Sesaat setelahnya, ada sebuah pedang yang menebas tempat dimana aku berada sebelumnya. Pedang itu mengayun tepat di hadapan pucuk hidungku, dan mengeluarkan bunyi tebasan angin.

Itu terlalu berbahaya.

Tapi dia tidak secepat Paul. Kalau begitu aku hanya perlu berkonsentrasi dan menghadapinya. Aku sudah banyak melakukan pertarungan melawan pendekar pedang di dalam pikiranku. Aku akan bisa mengatasi dia kalau aku menerapkan apa yang sudah aku pelajari selama ini.

Aku mempersiapkan sihir berikutnya di udara.

Pertama-tama adalah bola api yang aku lempar ke arah wajah pria itu.

Kecepatannya sedikit lambat.

[Cuma ini kemampuanmu!?]

Pria itu melihat bola api yang aku tembakkan dengan jelas dan bersiap untuk menghadapinya dengan mengangkat pedangnya.

Di saat dia menebas bola apiku, aku menggunakan sihir tanah dan air untuk menciptakan pasir hisap di bawah kakinya.

Sekalipun dia berhasil mengatasi bola api, kini kedua kakinya terjebak di lumpur yang sangat kental. Gerakannya kini sudah berhasil kusegel.

[Apa!?]

Bagus sekali, kami berhasil menang.

Aku yakin itu.

Musuhku tak bisa lari lagi, dan sekalipun mereka mampu menangkis bola apiku, aku sudah berada di luar jangkauan mereka. Sekalipun aku menggendong Ojou-sama, setelah aku berhasil menemukan tempat yang ada orangnya, kemenangan akan menjadi milik kami. Atau kalau tidak, aku bisa memanggil bantuan.

---- Disaat aku memikirkan itu.

[Jangan pikir kalian bisa lari!]

Pria itu tiba-tiba melempar pedangnya.

Melihat itu, ajaran Paul terlintas di dalam pikiranku. Teknik untuk melempar pedang di teknik North-God bila kaki mereka terluka.

Itu adalah teknik untuk melempar pedang ke arah musuh dari jauh.

Pedang itu melayang lurus ke arahku dengan kecepatan tinggi.

Naluriku berkata kalau aku tidak bisa melarikan diri dari pedang itu.

Pedang itu seperti melayang dalam adegan gerak lambat.

Tujuannya adalah kepalaku.

------------------Mati.

Kalimat [mati] langsung muncul di dalam pikiranku.

Sesuatu berwarna kecoklatan melayang di hadapan kedua mataku.

Pada waktu yang sama, pedang yang melayang ke arahku jatuh ke tanah.

[Eh?]

Di hadapan mataku, tampak punggung seseorang.

Punggung yang lebar. Aku mengangkat kepalaku, dan melihat ada telinga hewan di kepala orang itu.

Dia adalah Ghyslaine Dedorudia.

[Serahkan sisanya kepadaku.]

Sembari mengucapkan itu, saat tangannya bergerak ke arah pedang yang ada di pinggangnya, ----- sebuah kilatan berwarna merah melintas di udara.


[…… Ah?]

Kepala dari pria yang tersangkut di pasir hisap jatuh ke tanah.

Sekalipun jarak diantara mereka berdua begitu jauh. Sekalipun pedang Ghyslaine tak mungkin mencapai posisi mereka.

[D, darimana kau datang…..]

Di saat ekor Ghyslaine bergoyang, kepala pria yang satunya juga turut jatuh ke tanah.

Smack. Bunyi seperti itu. Aku bahkan bisa mendengarnya dari jarak sejauh ini.

Pikiranku tak bisa memahami situasi yang sedang terjadi.

[………]

Aku melihat dua tubuh yang jaraknya beberapa meter dariku roboh dengan bengong.

Ini benar-benar tidak terasa seperti sesuatu yang nyata. Apa yang terjadi? Aku benar-benar tidak paham.

Eh? Mereka mati?

Pertanyaan itu melayang di dalam pikiranku.

[Hm, Rudeus. Hanya ada 2 musuh?]

Aku kembali sadar ketika Ghyslaine bertanya kepadaku.

[Ah, ya, terima kasih, Ghyslaine, nee-chan.]

[Tidak perlu pakai nee-chan, Ghyslaine saja sudah cukup.]

Ghyslain berbalik menghadapku dan mengangguk.

[Aku tiba-tiba melihat ada ledakan di udara, dan berlari kemari untuk memeriksanya. Sepertinya dugaanku benar.]

[C-cepat sekali. Kau barusan mengalahkan mereka berdua secepat itu……]

Sejak aku meluncurkan bola api ke udara, satu menit saja belum berlalu.

Tak peduli bagaimanapun orang melihatnya, itu tadi terlalu cepat.

[Aku sedang berada di dekat sini, dan itu tidak terlalu cepat. Selama itu adalah prajurit Dedorudia, musuh seperti itu bisa dibunuh secara instan. Tapi Rudeus, apa ini pertama kalinya kamu bertarung melawan pengguna teknik North-God?]

[Ini adalah pertama kalinya aku mencoba untuk saling bunuh dengan orang lain.]

[Begitukah? Kamu harus hati-hati. Mereka tidak akan menyerah sebelum mereka mati.]

Sebelum mereka mati.

Benar, barusan tadi aku nyaris mati.

Kakiku gemetaran saat aku mengingat kalau barusan ada pedang yang melayang tepat ke arahku.

Saat dimana kami mencoba untuk membunuh satu sama lain.

Itulah yang baru saja terjadi.

[A, ayo kita kembali.]

Kalau aku membuat satu saja keputusan yang salah, aku akan mati.

Aku belum pernah memikirkan itu sebelumnya. Ini adalah dunia yang berbeda.

Dunia dengan pedang dan sihir.

Apa yang akan terjadi kepadaku kalau aku mati lagi……?

Rasa takut akan hal yang tidak diketahui, membuat darah di tubuhku terasa begitu dingin.

***

Saat aku kembali ke mansion, Ojou-sama terduduk di lantai seperti kehabisan seluruh tenaga.

Tubuhnya tampak begitu lemas setelah semua ketegangan yang ia rasakan menghilang.

Para pembantu wanita berlari menghampiri Ojou-sama dengan panik.

Melihat para pembantu yang berniat untuk membantu, Ojou-sama menampik tangan-tangan yang mereka ulurkan dan berdiri sambil gemetaran layaknya bayi rusa yang baru lahir.

Ia berdiri dengan menyilangkan kedua tangannya di depan pundaknya seperti Raja Iblis.

Sepertinya dia sudah kembali mendapatkan auranya setelah berhasil sampai di rumah.

Para pembantu berhenti bergerak setelah melihat postur tubuh aneh yang ditunjukkan Ojou-sama.

Ojou-sama tiba-tiba menunjuk ke arahku dengan jarinya dan berkata dengan suara lantang.

[Itu adalah janji sebelum kita sampai di rumah! Sekarang aku sudah boleh bicara kan!]

[Mmm, ya, kamu boleh bicara sekarang, Ojou-sama.]

Mendengar suaranya yang begitu lantang, aku merasa kalau rencanaku gagal.

Insiden separah ini tak akan bisa membuatku menjinakkan anak yang kasar dan arogan ini.

Khususnya setelah pertarungan hidup mati pertamaku. Seluruh tubuhku gemetaran. Mungkin Ojou-sama menyadari itu. Ia pasti berpikir kalau aku hanya pintar bicara, tapi sebenarnya sangat lemah.

[Aku mengijinkanmu secara khusus untuk memanggilku Eris!]

Tapi kalimat yang dilontarkan Ojou-sama malah membuatku terkejut.

[Eh?]

[Aku bilang, aku mengijinkanmu secara khusus untuk memanggilku dengan nama itu!]

------ Itu artinya, rencanaku berhasil?

Aku bisa menjadi guru privat?

Wo, woah, kau serius!? A, aku berhasil? Itu menakjubkan!

[Terima kasih banyak, Eris-sama!]

[Kau tak perlu menambahkan –sama! Panggil saja Eris!]

Eris meniru Ghyslaine, dan mempertahankan postur tubuhnya sambil duduk di lantai dengan bunyi plop.

Dengan demikian, aku menjadi guru tutor Eris Boreas Greyrat.

-- Status –
Nama : Eris Boreas Greyrat
Profesi : Cucu dari Lord
Sifat : Kasar
Kalau bicara dengannya : Tidak benar-benar mustahil
Bahasa : Hanya bisa menulis namanya sendiri
Matematika : Hanya bisa penambahan
Sihir : Tertarik
Ilmu pedang : Teknik Sword-God tingkat elementary
Etik : Salam tipe Boreas
Orang yang dia sukai : Kakek, Ghyslaine

Tidak ada komentar:

Posting Komentar