[Web Novel 0] Prologue
Translated by : Yaqub
*this is by far, the most awesome character introduction ever*
Aku adalah pria berumur 34
tahun yang tak memiliki rumah dan pekerjaan.
Gendut, jelek, tapi seorang pria baik hati, yang sekarang sedang menyesali
tentang bagaimana aku menjalani hidupku. Tiga jam
yang lalu, aku bukan pria gelandangan, tapi seorang veteran NEET yang tidak pernah meninggalkan kamarku sepanjang tahun. Saat aku sadar,
orang tuaku sudah meninggal, dan jangan sebutkan menghadiri pemakaman, aku
bahkan tidak menghadiri pertemuan keluarga, karena itu, akhirnya aku hanya
diusir dari rumah. Aku
memukul-mukul dinding sambil menangisi orang
tuaku yang telah tiada, namun belum ada
satupun anggota keluarga yang mau keluar dan bicara padaku, seolah-olah tidak ada
satu orangpun didalam.
Aku sedang mast*rbasi di kamarku pada hari pemakaman, ketika saudara-saudaraku
tiba-tiba merengsek masuk, dan
menyatakan kalau mereka ingin memutuskan segala hubungan denganku.
Aku mengabaikan mereka, dan pada akhirnya adik cowokku membawa
tongkat kayu dan menghancurkan komputer yang
aku anggap lebih penting bila dibandingkan dengan hidupku.
Aku menerjang mereka dengan penuh emosi, tapi kakakku adalah seorang pemegang peringkat 'Dan*'. Hasilnya? Aku dihajar
habis-habisan.
(*http://en.wikipedia.org/wiki/Dan_(rank))
Aku memohon pengampunan dengan sikap yang tak enak dilihat, tapi aku malah diusir dari pintu, dan
bahkan aku tidak punya waktu untuk mengganti
pakaian.
Aku menahan
rasa sakit yang ada di dadaku (bukan sakit hati, kemungkinan tulang rusukku ada
yang patah), dan berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas.
Ketika aku meninggalkan rumah, cemooh saudara-saudaraku bergema dengan jelas di telingaku.
Hinaan-hinaan
kelewat batas yang sulit untuk kuterima.
Hatiku sudah hancur.
Apa salahku?
Aku cuma
mast*rbasi sambil nonton
video bokep tanpa sensor pada saat orang tuaku
dimakamkan...
Apa yang harus aku lakukan selanjutnya?
Nah, soal itu
sebenarnya aku sudah tahu.
Mencari pekerjaan atau kerja sampingan, kemudian sebuah tempat untuk
ditinggali, dan tak lupa membeli
beberapa makanan.
Bagaimana caranya aku bisa mendapatkan informasi tentang itu?
Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan
untuk mencari pekerjaan.
Hmm, aku masih tahu tentang pergi ke
"Hello*". (*Hellowork, agen pemerintah jepang untuk pengenalan
pekerjaan)
Yah, bukannya
pamer kalau aku punya pengalaman 10 tahun tinggal didalam kamar, tapi bagaimana aku tahu dimana kantor Hello berada? Lagi pula, meskipun aku pergi ke Hello, aku dengar mereka hanya mengenalkanmu pada pekerjaan yang tersedia.
Membawa lamaran dan pergi ke pekerjaan yang
direkomendasikan, kemudian
menerima interview.
Memakai kemeja yang basah kuyup dengan
keringat dan noda darah ini untuk melakukan
interview.
Gak tau dah
apa aku bisa diterima kerja atau tidak. Kalau aku menjadi pihak yang menginterview, aku tidak akan mempekerjakan orang yang mengenakan pakaian seperti itu. Mungkin
aku akan merasa kasihan, tapi aku tidak akan mempekerjakan dia.
Dan kalau
dipikir-pikir, dimana aku bisa memperoleh
kertas untuk menulis lamaran.
Toko alat tulis? Toko serba ada?
Mungkin toko serba ada mungkin memilikinya,
tapi aku tidak punya uang.
Bahkan
sekalipun aku punya uang, bukan berarti masalahku akan beres.
Dengan asumsi aku mendapatkan keberuntungan,
berhasil meminjam uang dari bank, bisa mengganti pakaian dan membeli alat tulis
untuk menulis lamaranku.
Aku dengar, tanpa sebuah tempat tinggal, aku
tidak bisa menulis lamaran.
Skakmat.
Tepat saat ini, aku akhirnya menyadari bahwa hidupku telah mencapai jalan buntu.
"....Hah."
Hujan mulai
turun.
Saat ini adalah akhir dari musim panas, waktu dimana udara
mulai berganti dingin. Hujan yang dingin
menembus bajuku yang entah berapa tahun aku sudah memakainya,
dan tanpa ampun mencuri hawa panas tubuhku.
"...... Jika aku bisa mulai lagi dari
awal."
Aku tidak bisa menahan diriku untuk mengucapkan
kalimat itu.
Aku tidak dilahirkan sebagai sampah.
Aku dilahirkan sebagai anak laki-laki ketiga
dalam sebuah keluarga kaya raya. 2 kakak laki-laki, 1 kakak perempuan, 1 adik
laki-laki. Anak ke-4 dari lima bersaudara.
Di sekolah dasar, aku dipuji pintar meskipun
masih muda.
Walaupun matematikaku tidak terlalu bagus, tapi aku bermain game dengan baik, dan aku adalah anak bodoh yang sangat ahli soal olahraga.
Pernah suatu kali aku
menjadi pusat perhatian di kelasku.
Kemudian di SMP aku bergabung dengan klub komputer, berkonsultasi melewati majalah, dan aku menabung cukup banyak uang untuk merakit komputer. Aku tampak
menonjol diantara keluargaku yang tidak bisa menulis satu kode pun.
Titik balik
hidupku yang terburuk
terjadi saat aku masuk SMA.... bukan, mungkin saat
aku masih kelas 3 SMP. Sibuk bermain-main dengan komputer,
menelantarkan pelajaranku. Kalau
dipikir-pikir, mungkin itulah titik balik hidupku.
Aku pikir mempelajari hal yang diajarkan guru di sekolah tidak akan berguna untuk masa depan. Aku rasa itu tidak
bisa digunakan di kehidupan nyata.
Akhirnya, aku memasuki SMA dengan akreditasi paling bodoh dan dianggap paling buruk di prefektur tempat sekolah itu berada.
Meskipun begitu, aku tak terlalu memikirkannya.
Karena aku
merasa berbeda dengan idiot-idiot yang lain, kalau aku memang serius, maka aku
pasti akan sukses.
Kejadian itu, aku masih mengingatnya.
Saat aku mengantri untuk membeli makan siang di
kantin, ada seseorang yang
memotong antrian.
Aku bersikap sok benar dan memprotes orang itu.
Yang membuatku berani melakukan itu adalah
chuunibyou stadium akhir yang aku derita saat itu.
Sayangnya, orang itu adalah senpaiku (*kakak kelas) dan salah satu dari 2 orang
paling berbahaya di sekolah.
Hasilnya,
wajahku dipukuli sampai bengkak, kemudian aku
ditelanjangi dan diikat di depan sekolah.
Dia mengambil banyak foto dan membagikannya ke seluruh sekolah.
Aku jatuh ke bagian terendah hidupku dalam sekejap, ditertawakan oleh orang lain, dan bahkan mendapat panggilan "bocah
kulup".
Aku tak masuk sekolah
selama sebulan, dan menjadi
hikikomori. Ayah dan kakakku yang melihatku bersikap seperti ini, mengatakan kata-kata yang tidak bertanggungjawab
seperti: ‘tunjukkan
keberanianmu’, atau
‘lakukan yang terbaik’.
Tidak peduli siapapun orangnya, bila mereka
berada dalam situasi seperti itu, bagaimana mungkin orang itu tetap mau pergi ke
sekolah? Bagaimana mungkin?
Oleh karena itu, tidak peduli apa yang
orang-orang katakan, aku dengan tegas memutuskan
untuk tinggal di dalam kamar dan menolak pergi keluar.
Aku merasa bahwa siapapun yang mengenalku pasti akan memiliki foto telanjangku dan terus mengejekku.
Meskipun aku tidak keluar kamar, selama aku punya komputer dan internet, aku
bisa menghabiskan waktuku. Karena pengaruh internet, aku tertarik dalam banyak
hal, dan melakukan sejumlah hal: merakit model plastik, melukis figurin,
membuat weblog. Ibuku kelihatannya mendukungku, karena selama aku memintanya, ia akan datang membawa uang untuk
membantuku.
Tapi, tidak peduli apa yang aku lakukan, aku pasti menghentikan kegiatan itu kurang dari setahun
lamanya.
Melihat seseorang yang lebih baik dariku,
membuatku kehilangan motivasi.
Bagi orang lain, aku hanya bermain-main. Tapi,
aku yang sendirian dengan begitu banyak waktu, bersembunyi dalam cangkang
gelapku, tidak punya hal lain yang bisa
kulakukan.
Tidak, bahkan ketika aku memikirkannya
kembali, itu hanya sebuah alasan.
Setidaknya, jika aku menjadi seorang mangaka
dan mulai menggambar web komik berkualitas buruk,
atau menjadi penulis web novel, dan mulai membuat postingan novel, itu mungkin masih lebih baik.
Banyak orang yang punya masalah yang sama denganku, melakukan
hal-hal seperti itu.
Aku menertawakan dan melecehkan mereka.
Menghina ciptaan mereka, menganggap diriku sebagai
kritikus, mengatakan hal-hal seperti "Ini lebih buruk dari sampah",
mengkritisi mereka.
Meskipun aku tidak melakukan apapun sama
sekali....
Aku ingin kembali.
Jika itu mungkin, aku ingin kembali ke sekolah
dasar, saat aku berada dalam titik tertinggi dalam hidupku, atau ketika pertengahan masa SMP.
Tidak, bahkan bisa kembali satu atau dua tahun pun aku sudah bersyukur.
Cukup berikan
aku sedikit
waktu, aku masih bisa melakukan sesuatu dengannya.
Meskipun aku mengerjakan segala hal dengan setengah-setengah, tapi
tidak peduli yang mana, aku bisa
memulai lagi.
Jika aku berusaha maksimal, walaupun aku tidak
menjadi yang terbaik, aku setidaknya bisa menjadi profesional.
[. . . . .]
Kenapa aku dulu tidak melakukan satupun hal yang berguna?
Aku pernah memiliki banyak waktu. Meskipun aku
tidak keluar ruangan selama waktu itu, tapi aku duduk di depan komputer dan aku
bisa melakukan banyak hal. Walaupun aku bukan yang paling atas, aku bisa tetap
di tengah-tengah dan berusaha.
Manga, Novel, games, atau coding. Jika aku berusaha sebisa mungkin, aku harusnya dapat membuat
prestasi-prestasi kecil. Entah apa prestasi-prestasi
itu mampu membuatku mendapatkan uang atau tidak.....
Ah, sudahlah. Itu tidak berguna..
Aku tidak pernah mencoba sebelumnya. Meskipun
aku kembali ke masa lalu, aku mungkin akan jatuh ditempat yang sama dan
berhenti ditempat yang sama. Karena aku tidak pernah menyelesaikan masalah seperti yang biasa dilakukan oleh manusia
normal yang lain, aku
berakhir seperti ini.
[Hm?]
Disuatu tempat di bawah hujan deras ini, aku mendengar orang bertengkar.
Pertengkaran?
Menyebalkan, aku tidak ingin terlibat.
Walaupun aku memikirkan itu, langkah kakiku terus berjalan ke arah suara itu.
[---- Itu sebabnya, kau ----]
[Kau yang ----]
Dari yang
kulihat, nampaknya ada 3 murid
SMA sedang membuat keributan.
Dua pria dan satu gadis. Mengenakan seragam
yang jarang terlihat yang mempunyai kerah tegak.
Sepertinya keributan itu setingkat
dengan peperangan antar dewa, si cowok yang
paling tinggi sedang bercekcok dengan satu-satunya cewek disitu. Cowok yang lain mencoba untuk melerai, tapi kedua orang yang bertengkar itu tidak mau mendengarkan sama sekali.
(Hmm, aku pernah memiliki sesuatu seperti itu)
Di SMP, aku mempunyai sesuatu seperti teman
masa kecil yang imut. Ia masih bisa dianggap
imut, dan bisa jadi ia peringkat 4 atau 5 cewek yang paling imut di sekolah. Ia ikut
dalam klub lari dan memiliki rambut
pendek. Kalau ia sedang jalan-jalan, 2 atau 3
dari 10 orang akan menoleh untuk
melihat dia, kira-kira penampilan
yang semacam itu.
Hanya saja saat itu aku sangat antusias akan suatu anime tertentu
dan merasa bahwa klub lari harus punya ikat rambut model pony tail (*ekor
kuda), jadi aku pikir ia adalah gadis yang jelek.
Tapi, rumahnya cukup dekat, dan kami sering berbagi kelas yang sama selama SD, dan
tak hanya sekali kami pulang ke rumah bersama-sama. Kami punya banyak kesempatan untuk ngobrol bersama, dan juga terkadang
saling berbeda pendapat. Sayang sekali. Diriku sekarang, hanya dengan mendengar kata-kata: gadis SMP, teman masa kecil, klub lari, sudah cukup untuk bisa membuatku mast*rbasi sebanyak 3 kali.
Ngomong-ngomong, aku dengar kabar kalau teman masa kecilku itu kelihatannya sudah menikah.
Aku kebetulan mendengar rumor ini ketika saudara-saudaraku sedang ngobrol di ruang tamu.
Hubungan kami sebenarnya tidaklah buruk. Mengenal satu sama lain sejak
muda, dan kami juga bisa
ngobrol tanpa canggung.
Meskipun aku tidak berpikir kalau ia
menyukaiku, tapi jika aku berusaha keras,
masuk ke SMA yang sama, ataupun masuk ke klub lari dan masuk ke sekolah yang
sama melalui rekomendasi, aku mungkin bisa memicu flag*, lalu menyatakan perasaanku dengan sikap yang serius, kami mungkin bisa pacaran.
(flag; sebuah
kondisi dalam pemrograman game yang menyebabkan berubahnya sebuah variable,
semisal kalau rute menjadi pacar mulai terbuka di game simulasi pacaran)
Dan kemudian menggoda satu sama lain. Bahkan
mungkin, melakukan hal-hal 18+ di dalam
kelas saat tidak ada siapapun disekitar.
Hah, emang ini
eroge?
(Kalau dipikir-pikir, orang-orang ini benar-benar terjebak dalam kenyataan. Mati aja kalian... Hm?)
Tiba-tiba, seketika aku menyadari sesuatu.
Sebuah truk sedang melaju ke arah mereka dengan kecepatan tinggi.
Juga, pengemudi di dalam truk.
Tertidur di setir kemudi.
Dan mereka bertiga masih belum menyadarinya.
[B-b-b-Bahaya, ah]
Aku mencoba untuk memperingatkan mereka dengan berteriak, tapi karena aku tak pernah menggunakan pita suaraku selama lebih dari 10 tahun, ditambah hujan yang dingin dan rasa nyeri di
tulang rusukku, suara pelan dan gagap yang aku
keluarkan menghilang dibilas hujan.
Aku harus menyelamatkan mereka, harus. Kenapa kok aku
merasa aku harus menyelamatkan mereka, aku memikirkan itu pada waktu yang sama.
Aku punya firasat, jika aku tidak
menyelamatkan mereka, 5 detik kemudian aku akan menyesalinya. Jika aku melihat
3 orang tertabrak dan menjadi gumpalan
daging, aku akan benar-benar menyesalinya.
Menyesali kenapa aku tidak menyelamatkan mereka.
Oleh karena itu, aku harus menyelamatkan
mereka.
Toh lagian, tak lama lagi aku mungkin akan mati kelaparan di pinggir jalan. Setidaknya untuk
saat itu, aku ingin memiliki kepuasan tersendiri. Aku tidak ingin terus
menyesal pada saat terakhir.
Aku berlari dan tertatih-tatih sepanjang jalan
kearah mereka.
Kakiku yang tidak pernah kugerakkan sejak 10 tahun yang lalu tidak mau mendengarkan pikiranku. Ini pertama kalinya dalam
hidupku, aku berharap aku bisa berolahraga lebih banyak. Tulang rusukku yang
patah berdenyut dengan rasa nyeri yang tak
tertahankan, memperlambat setiap
langkahku. Pertama kalinya dalam
hidupku aku berharap aku
mengkonsumsi lebih banyak kalsium.
Rasanya sakit.
Sakit sekali, sampai-sampai rasanya aku tak bisa lari lagi.
Tapi aku masih tetap berlari. Lari.
Aku sedang berlari.
Pemuda yang baru saja berselisih tadi memeluk si gadis ketika dia menyadari ada truk mendekat di hadapan matanya. Pemuda lainnya, yang punggungnya menghadap truk, masih tidak
menyadari ada truk yang sedang melaju kencang. Dia
hanya terkejut melihat teman cowoknya
memeluk teman ceweknya.
Aku meraih kerahnya tanpa ragu-ragu, dan
menggunakan semua kekuatanku untuk menariknya ke belakang. Pemuda itu berhasil
kutarik, dan jatuh di
luar lintasan truk di tepi
jalan.
Bagus.
Masih ada dua
lagi.
Baru
ketika aku memikirkan itu, truk itu ternyata sudah di depanku. Aku hanya berencana untuk menarik mereka dari jarak yang aman, tapi setelah aku menarik mereka kebelakang, gaya
sebaliknya* membuatku bergerak maju (*maskudnya gaya aksi dan reaksi).
Hal yang wajar. Meskipun berat badanku lebih dari 100kg, hal ini tidak akan berubah.
Hasil dari menggunakan semua kekuatanku untuk berlari, membuat kakiku gemetar
dan terseret oleh momentum.
Tepat ketika
aku membuat kontak dengan truk, aku merasa seperti mendapat sorotan dibelakang
punggungku.
Apakah itu kilas balik sebelum kematian yang sering dirumorkan? Aku
tidak bisa melihat apapun dalam waktu
sesingkat itu. Itu terlalu cepat.
Apa itu artinya konten hidupku terlalu sedikit?
Aku diterbangkan oleh truk yang beratnya 50 kali lebih berat dariku, ke
dinding beton.
[Puhh....!]
Udara di paru-paruku terdorong keluar.
Paru-paruku yang terus meminta
udara setelah berlari keras, mengejang.
Aku bahkan tidak bisa mengeluarkan suara.
Tapi, aku belum mati. Mungkin karena tumpukan lemak yang menyelamatkanku....
Tapi setelah aku memikirkan itu, truk itu muncul di depan mataku lagi.
Tubuhku
dipenyet seperti tomat yang pecah diantara truk dan beton.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar