Senin, 17 November 2014

Mushoku Tensei 11.5

[Chapter Spesial]



Namaku adalah Zenith Greyrat.

Aku lahir di negeri suci Milis. Milis adalah sebuah negara dengan sejarah yang panjang. Sangat cocok bila orang mendeskripsikan negara itu sebagai negara yang indah namun kaku.

Aku lahir sebagai putri kedua dari keluarga bangsawan di negeri itu.

Pada masa itu, aku tumbuh layaknya bunga di dalam rumah kaca. Aku pikir bahwa semua hal yang aku lihat di sekelilingku adalah seluruh dunia. Begitulah kebodohanku.

Meskipun agak aneh rasanya kalau aku sendiri yang mengatakan ini, tapi aku merasa kalau aku adalah anak yang baik.

Tak pernah melawan permintaan dari orang tuaku, dan di sekolah aku mendapat nilai yang sangat bagus.


Aku mengikuti semua ajaran gereja Milis, dan aku tak memiliki kesulitan dalam mempelajari tata krama sosial.

Aku bahkan diberi gelar Gadis muda panutan Milis.

Orang tuaku juga pasti merasa bahwa aku adalah anak yang pantas untuk dibanggakan.

Tapi aku terus tumbuh besar seperti itu. Suatu hari aku akan menjalani pesta pernikahan yang sudah diatur.

Kemungkinan besar aku akan menikah dengan anak tertua dari suatu keluarga bangsawan. Berjiwa adil, dengan harga diri tinggi, dan menganut prinsip ajaran Milis secara absolut. Contoh terbaik dari bangsawan Milis. Aku akan menikah dengan orang seperti itu. Melahirkan anak-anak. Dan aku akan menjadi istri seorang bangsawan yang tak akan merasa malu kemanapun aku pergi, dan namaku akan dilampirkan ke dalam daftar bangsawan negeri suci Milis.

Itulah hidupku. Sebuah [jalan] bagi putri bangsawan Milis.

Tapi aku tak melewati [jalan] itu.

Di hari ketika aku menjadi dewasa, saat umurku mencapai 15.

Aku bertengkar dengan orang tuaku. Aku memberontak terhadap orang tuaku, dan pergi meninggalkan rumah.

Ada sebuah alasan kenapa aku membenci permintaan dari orang tuaku yang sebelumnya selalu aku ikuti.

Aku merasa cemburu terhadap saudara perempuanku yang sikapnya lebih liar dariku.

Dengan berbagai macam alasan, aku berbalik membelakangi [jalan] ku.

Sangat susah bagi bangsawan untuk melanjutkan hidup mereka bila mereka meninggalkan [jalan] mereka.

Tapi untungnya aku mempelajari healing magic di sekolah bangsawan. Dan aku berhasil mempelajarinya sampai tingkat intermediate.

Meskipun negeri suci Milis adalah negara yang sangat maju dalam hal healing magic dan barrier magic, kebanyakan orang hanya akan mempelajari healing magic sampai tingkat elementary saja. Jika seseorang mempelajari healing magic sampai tingkat intermediate, orang itu bisa bekerja di rumah sakit Milis. Karena itulah mereka yang memiliki tingkat intermediate sangat digemari di sekolah.

Dan demikianlah, dengan sombongnya aku percaya bahwa hidupku akan menjadi sangat bagus ketika aku berhasil mempelajari itu.

Aku terlalu naïf.

Aku yang tak tahu apapun segera di target oleh orang-orang jahat.

Mereka bilang padaku bahwa mereka [Membutuhkan healer], dan merekrutku yang tak tahu apa-apa tentang harga pasar ke dalam party mereka. Tawaran mereka jauh lebih rendah daripada healer tingkat elementary, tapi mereka tetap bersikeras kalau mereka sudah membayar dengan harga yang lebih tinggi dari biasanya.

Aku cukup bodoh karena mempercayai ketulusan mereka yang dangkal, meskipun sebenarnya ada banyak orang baik di dunia ini.

Kalau aku mengikuti mereka, aku akan diminta untuk melakukan hal-hal yang jauh lebih parah. Digunakan sebagai perisai ketika melawan magical creature, atau harus menggunakan sihir sampai aku pingsan. Dan bahkan mungkin aku akan diminta untuk menyerahkan tubuhku kepada mereka.

Dan orang yang mencegah terjadinya itu semua adalah seorang pendekar muda, Paul Greyrat.

Setelah menghajar orang-orang jahat itu, dia secara paksa membawaku ke kelompoknya sendiri.

Kalau bukan karena anggota kelompok Paul, Elinalize, yang memberikan penjelasan yang detil kepadaku, aku pasti akan mengira kalau Paul adalah orang yang jahat.

Bagaimanapun juga, beginilah pertemuanku dengan Paul.

Pada mulanya, aku membenci Paul.

Sudah jelas dia adalah mantan bangsawan Asura, tapi gaya bicaranya seperti preman. Sering melanggar janji, dan dengan mudah bersikap gegabah. Serakah, memandang rendah diriku, dan suka memegang bokong orang lain, dan juga sama sekali tak menyembunyikan pikiran-pikiran mesum yang ada di otaknya.

Tapi aku tahu, dia bukanlah orang jahat.

Meskipun dia memandang rendah diriku dan mengejekku karena tak tahu bagaimana cara kerja dunia, dia selalu bilang kalau tak ada pilihan lain, dan selalu membantuku.

Sifat Paul benar-benar bertolak balik dengan sifatku, tetapi dia itu handal, bisa dipercaya, dan sebenarnya juga lumayan tampan.

Tak butuh waktu lama sebelum aku jatuh cinta padanya.

Tapi dia selalu dikelilingi oleh wanita-wanita yang menarik, dan aku adalah pengikut ajarin Milis.

Ajaran Milis memiliki [Pasangan hanya boleh mencintai satu sama lain] sebagai doktrinnya.

Meskipun aku sudah pergi meninggalkan rumah, aku dibesarkan dengan ajaran-ajaran seperti itu, dan ajaran itu juga diajarkan di sekolah sebagai akal sehat, dan karena itulah, ajaran-ajaran Milis sudah terukir jauh di dalam hatiku.

Kemudian di suatu hari aku mengatakan ini.

[Kalau kamu tak tidur dengan wanita lain lagi, kamu bisa tidur denganku.]

Dia menyetujui itu sambil tersenyum.

Aku tahu dia bohong.

Tapi aku masih berpikir kalau itu bukanlah masalah.

Kalau aku dibohongi, aku akan benar-benar bisa membuang perasaan cintaku terhadapnya.

Tapi aku masih terlalu bodoh. Terlalu ceroboh. Terlalu naïf.

Karena aku benar-benar hamil setelah aku melakukan itu satu kali.

Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Aku merasa sangat gelisah.

Aku sama sekali tak mengira kalau Paul akan benar-benar bertanggung jawab dan menikahiku.

Dan anak yang aku lahirkan,

Rudeus Greyrat.

-------------Rudi.

***

Rudeus sedang duduk di samping ayunan tempat adik-adiknya berada.

Ekspresinya sangat serius.

Wajahnya mengingatkanku terhadap bayangan Paul. Bibirnya tertutup rapat, dan pandangannya terus berpaling antara Norn dan Aisha.

[Ah-, Ah-----!]

Di saat Norn menggumam, ekspresi Rudeus menjadi tegang.

Dan di saat berikutnya.

[Burururu.]

Rudeus menjulurkan lidahnya dan membuat wajah lucu.

[Yaa, waa, ha, ha!]

Norn tersenyum senang melihat ekspresi lucunya.

Rudeus mengangguk puas melihat senyuman Norn, dan kembali menunjukkan ekspresi serius.

[Wuuu, ah!]

Kali ini Aisha lah yang bicara.

Dan Rudeus segera bergerak ke sampingnya.

[Arbububu.]

Rudeus meremas wajahnya dan melakukan sesuatu yang aneh.

[Gyaa--- Ah, ah.]

Dan Aisha juga tersenyum senang.

Rudeus menunjukkan senyuman yang sama dengan senyum yang ia tunjukkan kepada Norn.

Rudeus terus mengulangi tindakannya yang barusan.

[Haha……]

Aku tertawa kecil disaat aku melihat senyuman Rudeus.

Itu karena Rudeus tak banyak tersenyum.

Dia selalu kelihatan seperti tak puas akan sesuatu. Entah itu mempelajari sihir atau ilmu pedang, dia selalu melakukan sesuatu dengan ekspresi serius.

Dia bahkan tak pernah tersenyum di hadapan orang tuanya.

Sekalipun ia tersenyum, senyuman itu hanya dibuat-buat.

Tapi dia menunjukkan ekspresi itu kepada adik-adiknya, dan tersenyum puas setelah melihat adik-adiknya tersenyum.

Aku merasa senang hanya dengan melihatnya.

Sangat berbeda dari sebelumnya.

[Phew……]

Aku menghela nafas saat aku memikirkan Rudeus di saat dia masih lebih muda dari sekarang.

Aku sangat gembira ketika aku melihat bakat sihir yang dimiliki Rudeus, namun setelah beberapa waktu berlalu, aku mulai curiga, apakah Rudeus memandang rendah kedua orang tuanya, dan tak menyayangi mereka.

Karena Rudeus sama sekali tak dekat denganku.

[…… Tapi itu tidak benar.]

Apa yang mengubah pikiranku adalah sikap yang ia tunjukkan di saat aku dan Lilia hamil.

Lilia hamil, dan Paul mengakui perbuatannya.

Pada saat itu aku merasa dikhianati.

Dikhianati Paul. Bahkan dikhianati Lilia.

Khususnya ketika Paul melanggar janjinya. Kemarahanku hampir membuatku serasa ingin meledak. Kalau saja aku gagal menahan diriku meskipun hanya untuk satu detik saja, aku pasti akan berteriak dan mengusir Lilia, atau mungkin saja aku yang akan pergi meninggalkan mereka.

Sebelum pernikahan, aku berpikiran kalau Paul berbohong kepadaku meskipun hanya sekali, aku akan membuang perasaanku dan pergi meninggalkannya.

Aku sudah lupa akan itu, tapi pemikiran itu terus tinggal di dalam benakku.

Tekanan batin yang aku terima sungguh luar biasa besarnya, sampai-sampai aku memiliki niat untuk menghancurkan hubungan rumah tangga ini.

Tapi Rudeus menepis pemikiranku.

Dia bertindak layaknya anak kecil dan membereskan situasi itu dengan rapi.

Meskipun apa yang dia lakukan sebenarnya tak bisa dianggap benar.

Sekalipun aku mendasarkan situasi ini kepada penjelasan Rudeus, aku masih tetap tak bisa memaafkan Paul.

Tapi aku bisa melihat kebenaran yang ada di dalam hati Rudeus ketika mendengar penjelasannya.

[Aku merasa tak nyaman kalau hubungan keluarga kami runtuh.]

Saat aku menyadari itu, aku kembali berpikir.

Anak ini memelihara keluarganya dengan caranya sendiri.

Ketika aku memikirkan itu, rasa curigaku tentang apakah Rudeus menyayangi keluarganya benar-benar menghilang.

Dan pada waktu yang sama, aku dengan mudah mampu memaafkan Paul dan Lilia.

Kalau Rudeus tak ada di sana, situasinya tak akan berakhir seperti itu.

[Hm, Norn-chan benar-benar manis, kamu pasti akan jadi secantik ibu. Kalau kamu besar nanti, yuk kita mandi bareng-bareng.]

Rudeus menggenggam tangan kecil Norn untuk mengelusnya.

Rudeus yang biasanya selalu serius, sekarang sedang menjilat adiknya dengan sikap kekanak-kanakan. Itu benar-benar -----

(Terlalu handal……)

Aku menganggap Rudeus itu menakjubkan. Tapi belakangan ini, dia juga tampak sangat bisa diandalkan.

Situasinya benar-benar sangat melelahkan ketika Norn dan Aisha lahir.

Kedua gadis itu menangis siang dan malam, dan setelah memberi mereka makan, mereka akan muntah. Ketika kami membersihkan tubuh mereka di dalam bak air, mereka akan buang air besar di sana.

Meskipun Lilia bilang kalau ini adalah hal yang wajar, faktanya aku tak bisa tidur di malam hari.

Tapi Rudeus telah melakukan banyak hal untuk adik-adiknya.

Caranya merawat adiknya kelihatan sangat terampil.

Rasanya dia sudah pernah melakukan itu sebelumnya.

Tak mungkin dia masih mengingat bagaimana dia di rawat saat dia masih bayi. Dia pasti melihat bagaimana Lilia melakukan itu, dan menirunya.

Rudeus memang hebat seperti apa yang aku harapkan.

Meskipun melihat dirinya merawat adik-adiknya lebih bagus ketimbang orang tuanya ini membuatku merasa tak puas, tapi sejujurnya itu adalah bantuan besar.

Aku tak pernah melihat atau mendengar ada anak yang bisa diandalkan seperti Rudeus, yang bisa merawat adik-adiknya yang baru saja lahir.

Melihat Rudeus, aku jadi ingat dengan saudara laki-laki ku di negeri suci Milis. Dia juga sama seriusnya seperti Rudeus. Suka belajar dan berbakat, dan dipuji oleh ayah sebagai contoh terbaik bagi para bangsawan, tapi dia bersikap terlalu dingin terhadap keluarganya, dan tak menganggap saudari-saudarinya.

Meskipun dia itu impresif sebagai seorang bangsawan, tapi aku tak bisa menghormatinya sebagai kakakku.

Tapi Rudeus pasti tak akan menjadi seperti itu.

Dia pasti akan menjadi kakak yang dihormati oleh adik-adiknya.

Faktanya. Dia bahkan sudah merencanakan itu. Ketika dia sedang mengawasi adik-adiknya bersama Paul, dia mengumumkan [Tujuanku adalah untuk menjadi kakak yang bisa dihormati.]

Aku tak sabar ingin melihat bagaimana jadinya kalau Rudeus, Norn, dan Aisha kalau sudah besar nanti.

[Ah! Wahhh!]

Norn mulai menangis saat aku memikirkan itu.

Tubuh Rudeus sedikit gemetar, dan ia kembali membuat wajah lucu untuk Norn.

[Wah! Wah!]

Tapi Norn tak berhenti menangis.

Rudeus menyentuh popoknya untuk memeriksa apakah dia mengompol, menggendongnya, dan melihat punggung Norn, barangkali ada yang gatal, sementara Norn sendiri masih menangis.

Kalau itu aku, aku pasti akan memanggil Lilia untuk membantuku. Kemudian aku ingat kalau Lilia sedang keluar untuk belanja. Aku mulai panik.

Tapi Rudeus sama sekali tak panik.

Dia mengeliminasi semua alasan yang ada, menepuk tangannya, dan memberitahuku:

[Ibu, sudah waktunya untuk minum susu.]

Aku menyadari waktu ketika dia mengatakan itu.

Melihat Rudeus bermain dengan adik-adiknya benar-benar membuat waktu berjalan dengan cepat.

[Baik, baik.]

[Ini. Duduklah.]

Aku duduk di kursi yang telah ditunjuk oleh Rudeus.

Aku menyingkapkan dadaku sambil menggendong Norn yang masih menangis.

Seperti yang diprediksi oleh Rudeus, Norn merasa lapar, dan ia segera menghisap ASI ku dengan nikmat.

Tiap kali aku menyusuinya, naluri keibuanku mulai meningkat.

[……Hm?]

Tiba-tiba, aku menyadari tatapan Rudeus.

Tiap kali aku menyusui Norn, Rudeus selalu menatap buah dadaku.

Dan tatapan itu bukan seperti tatapan yang dimiliki oleh anak berumur 7 tahun, tapi tatapan yang penuh dengan keinginan mesum.

Kalau kau meletakkan Paul di samping Rudeus, kau akan menyadari bahwa mereka berdua mempunyai tatapan yang benar-benar mirip. Itu membuatku merasa terhibur, tapi saat aku berpikir kalau Rudeus sudah menjadi seperti itu di saat umurnya baru segini, aku merasa gelisah akan masa depan nanti. Apa dia akan menjadi seperti Paul, dan bermain-main dengan banyak wanita, sampai mereka tersakiti?

[Ada apa Rudi? Apa kamu juga mau?]

[EH!]

Aku menggodanya, dan Rudeus sepertinya kembali sadar dan memalingkan pandangannya.

Kemudian, dengan wajah yang merah karena malu, dia mencari-cari alasan untuk menjelaskan dirinya:

[Bukan, aku cuma berpikir kalau Norn itu minumnya banyak ya.]

[Haha.]

Aku tak bisa menahan tawaku ketika dia menunjukkan sikap lucu seperti itu.

[Kamu gak boleh lho, ini punya Norn. Rudi kan sudah minum banyak saat kamu masih kecil, jadi kamu harus sabar.]

[…… Tentu saja, ibu.]

Meskipun dia mengatakan itu, ekspresi wajahnya menunjukkan kalau dia merasa menyesal.

Rudi yang seperti itu sangat jarang terlihat. Itu membuatku ingin menggodanya.

Biarkan aku menggodanya sedikit lagi.

[Kalau kamu benar-benar kepingin, kamu bisa tunggu sampai kamu menikah dan minta sama istrimu.]

[Ya. Aku akan mencoba untuk memintanya.]

Uh oh. Aku pikir dia akan marah dan bercekcok denganku, tapi sepertinya dia mendapatkan pencerahan dan menjawab godaanku.

Dia sadar kalau dia sedang digoda?

Meskipun itu sedikit mengecewakan buatku, tapi ini memang cocok dengan sifat yang ia miliki.

[…… Kamu tak boleh memaksanya ya?]

[Aku tahu.]

Jawaban yang serius ini membuatku merasa sedikit kesepian.

[Gerp.]

Norn bersendawa setelah ia kenyang, dan aku meletakkannya kembali ke dalam ayunan.

Aku menggunakan kain untuk mengusap dadaku, dan Rudeus kembali menatap buah dadaku lagi.

Hm. Sepertinya orang yang akan menjadi istri anak ini akan mengalami masa-masa sulit.

Kandidat terkuatnya sih Sylphy, tapi anak itu sangat menurut terhadap Rudi. Sepertinya meskipun dia tak berkehendak, dia tak akan menolak permintaan Rudi……

Baiklah.

Aku akan memberi pelajaran kepada Rudeus ketika waktunya tiba.

Sebagai seorang ibu.

Paul hanya mengajarinya cara untuk menguasai gadis-gadis. Aku akan mengajarinya hal-hal yang akan terjadi setelah itu.

[Guu.]

Setelah Norn kenyang, wajahnya tampak begitu puas, dan tak lama ia mulai menguap.

Sepertinya dia merasa capek.

[Minum yang banyak, tidur yang banyak. Tumbuhlah dengan cepat, oke?]

Aku membelai kepala Norn sambil mengatakan itu kepadanya.

[Ah! Waaa!]

Rudeus melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan kepada Norn terhadap Aisha, menggendongnya, memeriksa popoknya, dan memastikan kalau tak ada bagian tubuh yang gatal atau tergigit oleh serangga……

Pada akhirnya, dia menggendong Aisha dan menatapku dengan ekspresi gelisah.

Rudeus jarang sekali menunjukkan ekspresi seperti itu.

Meskipun melihatnya menunjukkan berbagai ekspresi yang berbeda membuatku senang, aku tak benar-benar ingin melihatnya semuram itu.

[Ada apa?]

[Itu, anu. Ibu. Hari ini, Lilia lumayan lama.]

[Benar juga.]

Biasanya pada jam segini dia sudah kembali dari belanja.

Apa ada sesuatu yang terjadi?

…… Tidak. Ada kelompok pedagang yang datang dari kota Roa. Dia sudah bilang kalau dia akan berbelanja lebih banyak dari biasanya, jadi dia akan menghabiskan lebih banyak waktu hari ini.

[Anu, soal Aisha.]

[Ya?]

[Dia mungkin lapar.]

[Oh begitu.]

Ketika aku pikir-pikir lagi, karena Aisha dan Norn minum susu pada waktu yang sama, tentu dia juga akan merasa lapar pada waktu yang sama pula.

Biasanya, aku yang akan menyusui Norn, sedangkan Lilia menyusui Aisha.

Aku menyadari penyebab kegelisahan Rudi sekarang.

Rudi menggunakan ekspresi itu dan berkata dengan ragu.

[Soal itu, bu, aku tak yakin kapan Lilia akan kembali. Mungkin tak apa kalau kita membiarkan Aisha untuk menunggu sebentar, tapi kalau Aisha terus menangis, Norn juga akan ikut menangis. Itu……]

Aku adalah pengikut ajaran Milis yang setia.

Dan karena itulah, aku menyalahkan Lilia karena membuat Paul melanggar janji “satu pria, satu wanita”. Aku tahu mereka bukanlah pengikut ajaran Milis, tapi aku tak mau membelokkan pikiranku.

Rudi pasti menyadari itu.

Apakah dia akan membuat ibunya merasa sedih karena kata-kata yang ia ucapkan.

Apakah ibunya akan melakukan hal-hal yang buruk kepada adiknya.

Dia pasti terbebani dengan perasaan seperti itu.

Bagi Rudi. Tak peduli apakah itu Norn, Aisha, atau aku. Semuanya adalah keluarga.

Dan……, karena situasinya sudah menjadi seperti ini, aku harus melakukannya.

Tapi, apa benar itu baik-baik saja?

Akankah aku merasa tak nyaman ketika aku menyusui Aisha?

Dan kemudian, bagaimana kalau ekspresiku disadari oleh Rudi, apakah dia akan membenciku, atau memandang rendah diriku?

[Sheesh. Apa yang kau katakan? Sini, cepat bawa Aisha kesini.]

Aku mengusir rasa ketakutanku, menggunakan nada suara terlembut yang bisa aku keluarkan, dan berkata pada Rudi.

[Baik.]

Rudi menyerahkan Aisha kepadaku dengan hati-hati.

Aku menggendong Aisha, dan menyusuinya.

Jika Aisha tak mau menerimaku, aku mungkin akan merasa sedih. Tapi Aisha tak peduli, dan meminum ASI ku dengan gembira.

[……Phew.]

Aku menghela nafas lega, dengan menggunakan volume yang tak biasa di dengar oleh Rudi.

Perasaan yang sama ketika aku menyusui Norn muncul.

Naluri seorang ibu.

Sungguh tak bisa dipercaya.

Kenapa aku berpikir kalau aku tak akan mau menyusui Aisha?

Kenapa aku berpikir kalau aku akan merasa tak nyaman ketika aku menyusuinya?

Kenapa aku pikir kalau aku harus mentolerir itu?

Jawabannya sederhana. Aku tahu itu.

Karena aku adalah seorang ibu.

Pada akhirnya, tak ada perbedaan sama sekali. Seorang pengikut Milis atau apapun itu.

[Sepertinya dia merasa nyaman.]

[Itu karena susunya ibu lezat.]

[Tolong jangan memujiku seperti itu.]

Rudi sepertinya juga merasa nyaman, melihat Aisha meminum ASI ku dengan nyaman dan santai.

Dia pasti berpikir kalau ini juga merupakan tanggung jawabnya untuk melindungi adik-adiknya.

Itu benar-benar mengagumkan.

Bukan bohong ketika dia bilang kalau dia ingin menjadi kakak yang dihormati oleh adik-adiknya.

[Itu bukan pujian. Aku masih ingat rasanya.]

[Kamu serius?]

Aku tersenyum sembari membelai kepala Aisha.

Setelah beberapa saat, Aisha juga selesai minum susu, dan meninggalkan dadaku.

Aku meletakkannya kembali ke dalam ayunan, dan dia mulai tidur nyenyak seperti Norn.

Rudi menggunakan ekspresi yang lebih lembut dari biasanya untuk melihat aku dan Aisha.

[Rudi.]

[Ya, kenapa?]

[Boleh aku menyentuhmu?]

[…… Sebenarnya tak perlu untuk meminta ijinku. Sentuh saja aku kalau memang mau.]

Rudi duduk di sampingku dan mendongakkan kepalanya ke arahku.

Aku membelai kepalanya dengan lembut.

Rudi tak pernah membuatku khawatir sejak dia lahir, jadi aku sama sekali tak merasa kalau diriku sudah menjadi seorang ibu ketika dia tumbuh besar, tapi belakangan ini rasanya berbeda.

Aku merasa dari dalam hatiku kalau aku adalah ibu dari anak ini.

[………]

Aku tiba-tiba merasa hangat, dan aku pun mencari arah darimana kehangatan itu datang.

Cahaya matahari musim panas masuk melalui jendela.

Pemandangan ladang gandum keemasan yang tak ada ujungnya terlihat di luar jendela.

Siang hari di musim panas yang damai.

Aku benar-benar merasa puas.

[Rasanya enak ya kalau hidup kita bisa terus seperti ini.]

[Ya.]

Rudi setuju denganku.

Dia pasti juga merasa tenang di saat-saat seperti ini.

Tapi apa yang membuatku merasa bahagia adalah kehadiran Rudi.

Kalau bukan karena Rudi, seorang pengikut ajaran Milis seperti diriku pasti akan meratapi fakta bahwa aku telah menjadi istri dari seorang suami yang mempunyai dua istri, dan akan meninggalkan rumah ini bersama dengan Norn, atau menyalahkan Aisha dan Lilia.

Beruntung, ada Rudi di sini.

Kalau dia bukanlah anak yang pintar dan bijak, aku tak akan bisa mengalami masa-masa yang indah seperti ini.

[Rudi.]

[Ada apa?]

[Terima kasih karena telah lahir di dunia ini.]

Rudi menatapku dengan bingung.

Kemudian, dengan menggaruk kepalanya, dia berkata dengan malu-malu.

[Harusnya aku yang berterima kasih pada ibu.]

Aku kembali tertawa saat aku melihat sikap Rudi yang manis.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar